Sariputta | Menjaga Yang Utama, Menjaga Diri Sariputta

Menjaga Yang Utama, Menjaga Diri

Luangpho Inthawai Santussako

👁 1 View
2019-04-26 15:36:15

- Hari ini adalah hari awal dari Hari Songkran atau tahun baru Thailand. Banyak dari anak yang mengunjungi orangtuanya untuk menyiram tangan serta memohon berkah, orangtua juga tentunya gembira dapat bertemu dengan anaknya. Setelah berada dikediaman orangtua hendaknya jangan berpergian kemana-mana, sebelum-sebelumnya pun sudah puas berpergian ke berbagai tempat, saat ini adalah waktunya untuk berada dekat dengan orangtua. Apabila berpergian kemudian terjadi apa-apa di jalan, orangtua jugalah yang akan menderita, bukannya datang mengunjungi orangtua untuk memberikan kebahagiaan namun malah memberikan penderitaan untuk orangtua, rasanya tidaklah benar. Luangpho berkata seperti ini bukanlah berarti berbicara sewenang-wenang ataupun melarang untuk bersenang-senang. Luangpho hanya mengingatkan agar berhati-hati dalam menjalani kehidupan, jangan terlalu berlebihan dalam bersenang-senang. Jangan berpikir bahwa dampak yang akan diterima hanyalah akan ditanggung oleh diri sendiri, apabila melakukannya di negara lain tidaklah masalah, namun jika melakukannya di Thailand kemudian kecelakaan dan masuk Rumah Sakit. Sebagian biaya untuk dirawat di Rumah Sakit juga berasal dari pajak rakyat, tentunya lebih baik apabila dapat menghindarinya, belum lagi orang yang berkendara dengan hati-hati juga akan sakit hati jika sampai mobilnya tertabrak, bagi orang yang mabuk tentunya tidak tahu-menahu akan hal ini karena sedang dalam keadaan mabuk.

- Di tahun baru ini agar bertekad untuk menjadi orang baik, memiliki pikiran, perbuatan, dan ucapan yang baik. Sebagai anak juga menjalankan tugas sebagai anak dengan baik, sebagai murid, bawahan, para Bhikkhu murid-murid Luangpho, hingga Luangpho sendiri juga bertekad untuk menjalankan status yang dimiliki saat ini dengan baik. "Sebagaimana garam menjaga rasa asinnya, sedemikianlah saya akan menjaga diri untuk selalu berada dalam kebajikan," bertekadlah demikian.

- Berdasarkan sumber yang kita dapatkan dari internet, radio, hingga televisi menyampaikan berita mengenai sejumlah besar kecelakaan pada saat Hari Raya Songkran setiap tahunnya. Akibat dari kecelakaan sampai berujung pada kematian, yang cacat juga ada, patah kaki, patah tangan, hingga gegar otak dan lain-lain. Apabila sudah cacat tidak lagi dapat berguna, profesi sebagai polisi serta tentara juga tidak menerima orang cacat, kalau datang ke Vihara Luangpho untuk menjadi Bhikkhu, Luangpho juga tidak menerimanya karena khawatir akan menjadi beban bagi yang lainnya. Kalau profesi sebagai pegawai negeri mungkin masih dapat menerima orang cacat, namun jika sudah gegar otak dan tidak memiliki akal sehat siapapun tidak akan membutuhkannya. Apabila sebagai suami yang mengalami gangguan jiwa karena gegar otak, akhirnya istri pun tidak dapat menjalani hidup dengan normal, jika sebagai istri pun demikian, suami juga akan sulit untuk terus hidup bersama, memiliki status apapun juga akan berlangsung lebih kurang demikian jika sudah tidak waras. Karena itu, jika dapat untuk menghindarinya akan lebih baik, jangan karena kesenangan sesaat kemudian memperoleh dampak dalam waktu yang panjang, bahkan panjangnya sampai seumur hidup jika sudah cacat.

- Pada zaman Sang Buddha terdapat seorang perempuan bernama Visakha. Suatu hari turunlah hujan, saat itu di sungai terdapat sekumpulan gadis yang kemudian berlarian untuk mencari tempat berteduh. Terdapat seorang gadis yang tidak berlari, hanya berjalan dengan penuh perhatian sekalipun kehujanan, gadis itu adalah Visakha. Ada seorang yang melihat kejadian tersebut, kemudian menanyakan alasan mengapa gadis itu tidak lari seperti teman-temannya yang lain. Visakha menjawabnya "Jika pakaian yang basah, nantinya juga akan kering. Namun jika saya berlari lalu terjatuh sehingga kaki, tangan, atau jari patah dan menjadi cacat; lantas siapakah orangtua yang akan bersedia menjadikan saya sebagai istri untuk anaknya." Zaman dahulu tidak seperti zaman sekarang yang lebih maju dalam pengobatan, jika sudah patah tulang mungkin akan menjadi cacat seumur hidup, jika sudah cacat tentunya tidak akan ada laki-laki yang bersedia menikah dengannya, demikianlah pikirnya. Visakha yang masih berusia 15-16 tahun saat itu dapat berpikir jauh kedepan. Visakha dapat dijadikan sebagai teladan yang baik dalam kehidupan saat ini. Dia adalah salah seorang pendukung Buddha Sasana, sebagai Maha Upasika, kisahnya dapat dipelajari dalam Kitab Tipitaka.


Anumodana.
Bhante Piter Gunadhammo

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com