Sariputta | "Mengerti, Menerima, dan Melaksanakan" Sariputta

"Mengerti, Menerima, dan Melaksanakan"

Bhikkhu Sri Pannavaro Dayaka Mahathera

👁 1 View
2017-09-22 09:51:09

Jikalau Saudara-saudara mau belajar Dhamma adalah sangat baik. Tidak harus menjadi rohaniwan (seorang bhikkhu) tetapi yang Anda pelajari ini berguna bagi Anda sendiri nanti apabila menghadapi masalah. Namun harus mulai praktik dari sekarang. Kalau tidak praktik sekarang, banyak teori nanti malah bingung sendiri. Ada juga saya menengarai alumni Vidyāsenā sini yang sampai sekarang bingung terus. Saya bilang mbok kamu jangan window shopping terus. Window shopping itu, kalau di Malioboro, masuk toko ini ga jadi, masuk toko itu ga jadi. Padahal mau mencari kain satu potong saja untuk hem; semua toko dimasuki ga jadi, ga jadi, ga jadi. Sampai malam pulang dan ditanya, “Sudah beli kain untuk hemnya?” Belum. “Lha tadi ke mana?” Tadi cuma lihat-lihat. Besok lagi, masuk toko India, masuk toko Bombay, toko batik, bolak-balik mengulang lagi. Sudah beli? Belum lagi.

Kalau window shopping terus bagaimana? Praktiklah. Kan banyak cara dari para Bhante dalam meditasi bermacam-macam. Kan kita perlu coba-coba dulu. Ya, itu window shopping, tetapi setelah window shopping sebanyak empat atau lima toko, beli dan bawa pulang kainnya. Kalau ingin mencoba teori ini, Sayadaw ini, Ajahn ini, Vipassana itu, mencoba, silahkan. Kalau sudah dicoba, ambil salah satu untuk praktik. Kalau coba-coba terus, ya tidak akan maju. Coba ini, coba itu tidak jadi; ada Rinpoche datang dicoba, ga jadi; Sayadaw datang coba, ga jadi; Ajahn ini datang coba, ga jadi. Ambil salah satu yang Anda cocok, kemudian berlatih dengan tekun. Tanpa praktik tidak akan ada manfaat.

Ada seorang pemuja Kongco Kuan Kong—Dewa Kejujuran yang naik kuda, yang menjadi tokoh kejujuran, keberanian, tidak senang dengan kejahatan, suka menolong. Berbakti sekali dia, bersembahyang setiap hari, sangat percaya. Suatu hari rumahnya kebanjiran. Air semakin naik dan naik. Dia naik ke atas, naik ke atas lagi, sampai tinggal atap rumahnya yang tidak kebanjiran.

Dia naik ke atap. Dia berdoa minta tolong pada Kongco Kuan Kong untuk datang menyelamatkannya. “Bhante ini mau menghina Kuang Kong.” Tidak. Jangan negative thinking dulu. Ikuti cerita ini sampai selesai. Waktu dia sampai di atap itu ada perahu lewat, penyelamat SAR mengatakan, “Ayo, ayo, ikut. Bahaya ini, air mau naik.” “Tidak,” teriaknya. “Lho kenapa?” “Kongco Kuan Kong akan datang menyelamatkan saya.” “Wah, tidak mungkin. Ayo cepat, ikut saya.” “Tidak, saya punya keyakinan.” Air naik terus, dia naik terus, naik lagi sampai di bumbungan itu. Datang lagi perahu yang agak besar. “Ei, ikut, ikut, ikut. Bahaya! Air di sana sudah naik.” “Ndak, Kongco Kuan Kong akan datang menyelamatkan saya.” “Orang-orang bilang mati nanti kamu, kalau seperti ini terus!” “Tidak. Saya punya keyakinan, punya iman.” Airnya naik terus sampai dia pegangan ke tiang listrik. Sekarang helikopter yang datang dan bawa pengeras suara, “Ayo! Tangkap talinya. Bahaya jika kamu tidak ambil tali ini.” “Tidak. Saya yakin Kongco Kuan Kong akan datang menyelamatkan saya”, jawab dia. Bagaimana akhir dari keyakinan yang membuta seperti itu? Jatuh dia, kedinginan, kelaparan, gemetaran, dan mati . Di alam sana dia beremu dengan Kongco Kuan Kong. Protes dia, bahwa dia memuja Kwan Kong, ya berarti bertemu dengan Kuan Kong, “Saya memuja Yang Mulia, tiap hari, tiam hio pakai teh. Kenapa Kongco tidak menolong saya, sampai saya kecebur mati tenggelam?” Kongco Kuan Kong tersenyum, “Siapa bilang saya tidak menolong kamu?” “Mana? Kapan?”, tanyanya. “Saya kirim tiga utusan. Yang pertama perahu karet, tetapi kamu menolak. Kedua perahu agak besar, kamu menolak. Yang ketiga saya mengirim helikopter, kamu juga menolak. Siapa bilang saya tidak menolong kamu? Saya mengirim tiga utusan dan semuanya kamu tolak. Siapa yang salah?”

Itu cerita orang yang tidak memakai pengertian, yakin, percaya membuta. Saya cerita ini, Bhante Uttamo mendengar dan melanjutkan ceritanya, karena katanya cerita itu belum selesai dan masih ada
lanjutannya. Lanjutan cerita dari Bhante Uttamo, Kongco Kuan Kong mengatakan, “Bagaimana kudaku bisa jalan kalau banjir kayak gitu? Kamu tidak pakai otak. Aku kirim perahu karet, aku kirim perahu agak besar, dan aku kirim helikopter, tetapi kamu menolak. Kamu pikir aku datang naik kuda? Tidak mungkin!” Dan lain-lain, Bhante Uttamo bisa meneruskan sampai bermacam-macam.

Itu kan cerita rekaan, Bhante. Ya, tetapi kejadian yang mirip-mirip seperti ini banyak terjadi di masyarakat. Kalau Anda beragama, atau Anda percaya apa sajalah. Jangan hanya percaya saja, tanpa kognitif, tanpa mengerti , tanpa belajar, kecewa nanti . Kalau mau ujian, mau ulangan, sembahyang Buddha kan tidak bisa menolong, lalu mengundang-undang Bodhisatt va, engkong, emaknya yang sudah meninggal. Tidak benar. Di Buddhis tidak ada yang seperti itu. Metafisis-metafisis seperti itu tidak ada.

Lalu bagaimana, Bhante? Ya belajar. Kalau Anda belajar, ya Anda siap, tidak was-was. Sudah belajar tetapi meleset, yah, karma yang lampau. Yang dipelajari tidak keluar, yang keluar tidak dipelajari. Tidak ada hubungannya dengan tidak berdoa, atau yang lulus itu doanya banyak. Dalam Buddhis tidak mengenal itu. Ada persiapan, ada kesungguhan, ada usaha, ada karma baik yang dilakukan; semuanya akan jalan. Oleh karena itu, mari ‘3 M’: Menerima, Mengerti , dan Melaksanakan. Atau mengerti , lalu menerima dan melaksanakan.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com