Sariputta | Menembus Bagian Luar Untuk Menembus Bagian Batin Sariputta

Menembus Bagian Luar Untuk Menembus Bagian Batin

Luangpho Inthawai Santussako

👁 1 View
2019-04-26 15:57:43

- Luangpho pergi ke Wat Tham Khlong Phen dalam acara peletakan batu pertama pembangunan Chedi untuk Luangpu Boonpheng Khemabhiratto. Beliau adalah mantan Kepala Vihara dari Wat Tham Khlong Phen setelah Luangpu Khao Analayo. Luangpu Khao Analayo selaku Kepala Vihara pertama dari Wat Tham Khlong Phen. Luangpu Boonpheng meninggal dunia pada tahun 2018 dan telah dikremasi, saat ini murid-murid beliau akan membangun monumen untuk menghormati jasa beliau. Kini pembangunannya sudah dapat berjalan, sebelumnya juga pihak perusahaan yang mengerjakan proyek pembangunannya telah membuat bagian dasarnya sehingga dapat dilangsungkannya peletakan batu pertama.

- Saat ini sering kali Luangpho duduk di bagian paling depan sebagai pimpinan dalam acara, karena Khruba Acarn yang memiliki usia Vassa lebih tinggi dar Luangpho banyak yang telah tiada karena faktor usia. Luangpho sendiri semakin tua terus-menerus. Namun ketika pergi kemanapun tidak pernah lupa diri. Tidak berpikir bahwa diri sendiri sebagai orang penting sekalipun menjadi pimpinan dalam acara peletakan batu pertama dalam pembangunan Chedi Luangpu Boonpheng Khemabhiratto.

- Seharusnya mengingat selalu akan datangnya kematian. Berapa lama lagi kita akan tinggal di dunia ini. Pada saat kematian tiba tidak ada satupun yang dibawa selain Kamma baik dan Kamma buruk. Jika selalu berpikir seperti ini, maka tidak akan lupa diri. Dalam menjalani kehidupan juga akan penuh dengan kewaspadaan. Sang Buddha mengajarkan agar tidak hidup dalam kelengahan. Pada suatu kesempatan Sang Buddha menanyakan kepada Bhikkhu Ananda dengan pertanyaan mengenai seberapa kali mengingat kematian dalam sehari. Bhikkhu Ananda menjawabnya sekitar 100 kali. Kemudian Sang Buddha mengatakan bahwa Bhikkhu Ananda masih lengah, beliau mengatakan kepada Bhikkhu Ananda untuk mengingat kematian pada setiap nafas masuk dan keluar sehingga dapat dikatakan sebagai seorang yang tidak lengah.

- Sekarang kita telah terlahir ke dunia ini, selanjutnya adalah bagaimana caranya agar menjalankan tugas yang harus dilaksanakan sebaik mungkin, setelahnya masing-masing orang juga akan pergi ke jalan masing-masing, yang terpenting adalah jangan lupa diri. Dalam kehidupan ini haruslah memikirkan bagaimana caranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan benar, bertindak sesuai dengan Sila serta peraturan yang berlaku, memiliki sifat rela untuk berkorban dan bagaimana caranya untuk menempatkan diri sendiri. Ini merupakan tugas yang perlu diperhatikan dalam hidup bersama di masyarakat.

- Dalam hal Citta Bhavana merupakan tugas diri sendiri masing-masing, bagaimana caranya agar dapat membuat pikiran terpusat, tenang, tidak memikirkan sesuatu yang berada diluar, serta tidak banyak tekanan dari pikiran. Ketika tinggal di Vihara pikiran juga seharusnya berada di Vihara, bukannya berpikir merindukan rumah, jika demikian dapat dikatakan bodoh. Setelah berada di rumah, kemudian pikiran sampai lagi ke Vihara, ini juga bodoh lagi, namun tidak seberapa bodohnya. Karena saat berada di rumah bertemu dengan segala persoalan yang membuat pikiran tidak dapat tenang sehingga dirundung dalam penderitaan, kemudian terpikir akan Vihara dimana dapat untuk mencari ketenangan pikiran, dalam hal ini tidaklah dapat dikategorikan sebagai kebodohan, ini merupakan kebijaksanaan. Sang Buddha juga meninggalkan istana untuk tinggal di tengah hutan dengan melaksanakan berbagai percobaan karena hal ini. Saat berada di istana beliau hanya menemui berbagai persoalan dalam kerajaan, tidak seperti saat beliau hidup seorang diri sebagai Samana di dalam hutan yang dapat merasakan kedamaian batin. Sebelumnya Sang Buddha telah melakukan berbagai percobaan selama 6 tahun sehingga menemukan jalan untuk mengatasi penderiataan. Saat ini kita hanya tinggal mengikuti jalan yang diajarkan oleh beliau saja. Untuk dapat mencapai ketenangan batin, beliau mengajarkan untuk memusatkan pikiran pada nafas masuk dan nafas keluar. Saat nafas masuk dari ujung hidung, mengetahuinya bahwa nafas masuk. Ketika nafas keluar pada ujung hidung, juga mengetahuinya bahwa nafas keluar. Dengan demikian pikiran akan menjadi tenang, ini adalah cara yang dilakukan oleh Sang Buddha. Selanjutnya Luangpu Munh mengajarkan agar memusatkan pikiran pada nafas masuk dan keluar dengan disertai mengingat kata 'Buddho', dengan alasan jika hanya memperhatikan nafas masuk dan keluar saja, perhatian akan mudah terlepas. Namun apabila ingin memusatkan perhatian dengan hanya mengetahui nafas masuk dan keluar saja pun tidaklah masalah. Apabila melaksanakannya dengan benar sehingga pikiran tidak berkeliaran keluar, disanalah akan merasakan kebahagiaan sebagaimana yang dikatakan oleh Sqng Buddha, yaitu "Natthi santi paraṁ sukhaṁ" yang artinya "Tidak ada kebahagiaan lainnya yang dapat menyamai kedamaian batin."

- Setelah pikiran tenang melanjutkan perenungan menuju pada Vipassana Pañña. Dapat memulainya dengan mengamati tubuh sendiri, tidak harus mengamati tubuh orang lain. Pada tubuh sendiri terdapat apa saja, dari atas kepala sampai ke ujung kaki, terdapat rambut, bulu, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, hingga organ-organ dalam tubuh lainnya. Kini perhatikan tulang di dalam tubuh mulai dari tengkorak kepala turun ke bawah, terdapat tulang apa saja, urutkan satu per satu dari atas ke bawah kemudian dari bawah ke atas. Mengamati dengan cara demikian secara terus-menerus. Setelah pikiran merasa lelah, mengistirahatkannya dalam Samadhi dengan hanya memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar, kata 'Buddho', pikiran/batin/kesadaran, atau salah satu dari bagian tubuh. Misalnya hanya memperhatikan pada jantung saja, jantung ini memangnya seperti apa, berdetak seperti apa, inilah yang diperhatikan. Setelahnya pikiran pun akan menjadi tenang. Kemudian melanjutkan untuk melakukan analisa lagi dengan memisahkan bagian-bagian tubuh atau dapat juga untuk mengarahkannya untuk mengamati batin. Bagaimana ketika mata melihat rupa, telinga mendengar suara, bagaimana perasaan jika hidup mencium bau atau sesuatu yang wangi, demikian juga dengan lidah serta kulit. Dari kontak yang berasal dari lima indra, bagaimanakah perasaan yang ditimbulkan, apakah muncul perasaan senang, tidak senang, ataukah biasa saja. Bagian inilah yang perlu diperhatikan, bagian dimana Kilesa atau kekotoran batin berasal, sehingga memunculkan Raga, Dosa, atau Moha. Harus mencarinya pada tempat asal mulanya, yaitu pada batin. Dimana bentuk-bentuk pikiran muncul, disanalah sumbernya Kilesa. Luangta Maha Bua mengatakan bahwa dimana munculnya bentuk-bentuk pikiran, disana jugalah akar yang membawa pada kelahiran kembali. Jadi, harus memperhatikannya berkali-berkali hingga dapat mengeluarkannya dari dalam batin.

- Dalam mengamati Kilesa haruslah memperhatikannya berkali-kali dengan teliti. Karena sering kali kita tidak dapat menyadarinya, Kilesa bersembunyi sehingga mengiranya telah tidak ada lagi, seperti kutu yang tidak terlihat karena berada di balik bulu anjing. Barulah dapat mengetahuinya setelah kemunculannya, ini yang merupakan suatu keterlambatan dalam mengatasinya. Seperti halnya dengan percikan api yang baru dapat diketahui setelah mulai menyala, cara untuk mengatasi selanjutnya adalah dengan memadamkannya pada sumbernya berasal. Terkadang Kilesa juga tidak nampak, seperti ikan di dalam air, suatu saat pasti dapat mengetahui keberadaannya dengan melihatnya mengambil nafas yang akan menciptakan munculnya gelembung ke permukaan, selanjutnya adalah tugas kita untuk mencari cara agar dapat menangkap ikan tersebut. Kilesa juga dapat diumpamakan seperti itu. Apabila memiliki Sati Sampajañña atau Samadhi yang baik, akan dapat melihat hal ini dengan jelas sehingga dapat dengan segera mengatasinya. Tanpa dasar dari Samadhi yang baik, tidak akan dapat melihatnya.

- Khruba Acarn mengajarkan untuk memulainya dengan mengamati tubuh jasmani dahulu, karena merupakan bagian yang kasar. Selanjutnya juga haruslah mengarah ke batin pada akhirnya, karena memang dari sanalah semuanya berasal. Merenungkan langsung ke batin hingga dapat melihat segalanya sebagai Anatta, melihat dengan jelas sifat dari Anicca, Dukkha, dan Anatta sehingga dapat sampai pada saat untuk melepaskan serta tidak melekat pada apapun. Inilah titik tertinggi dari ajaran Buddha.

- Kita harus terus berusaha untuk mengikuti ajaran Sang Buddha serta Khruba Acarn setelah dapat mendengarnya. Lihat pada diri sendiri, apakah saat ini telah mencapai Arahat atau belum. Jika sudah mencapai Arahat, bolehlah sedikit merasa tenang. Namun seorang Arahat tidak akan lupa diri. Seperti orang kaya raya, semakin banyak mendapatkan uang akan semakin giat dalam mencari dan menyimpan uang dengan baik, memperhatikan juga sekelilingnya yang memerlukan bantuan, dalam menjalankan usaha dan berbagai peluang bisnis lainnya pun semakin bergairah. Intinya adalah tidak lupa diri, berbeda dengan orang miskin yang baru mendapatkan 10 ฿ atau 20 ฿ saja sudah lupa diri. Langsung menjadi malas, memakainya hingga habis dahulu barulah kemudian mencarinya lagi. Perbandingan antara Arahat dengan Putujhana dapat diumpamakan seperti orang kaya dengan orang miskin.

- Zaman sekarang ilmu pengetahuan seolah bersaing dengan ilmu kebatinan. Ilmu pengetahuan atau Sains berlawanan dengan Ilmu mengenai batin atau Ajaran Buddha. Saat ini terdapat banyak sekali cabang ilmu pengetahuan, di berbagai Universitas di Thailand serta di Luar Negeri juga terdapat banyak sekali jurusan. Ada yang membutuhkan waktu 3 atau 4 tahun untuk dapat menyelesaikan masa pendidikannya, ada juga yang membutuhkan waktu sampai dengan 5 atau 6 tahun. Kesemua jurusan ilmu pengetahuan mengajarkan untuk terus melihat keluar, melihat pada bagian akhirnya. Berbeda dengan Buddha Sasana yang mengajarkan untuk melihat kembali pada sumbernya, melihat pada titik asal mulanya. Seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha kepada Pahiyya, Sang Buddha mengatakan "Ye dhamma hetu tapava" artinya "Segala sesuatu muncul karena ada sebabnya, lihatlah pada sebabnya, atasi pada sebabnya, dan akan berakhir setelah sebabnya tidak ada lagi." Setelahnya Pahiyya dapat mencapai Arahat, tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya, tidak sampai beberapa menit dan hanya menyampaikannya dengan beberapa kata saja. Seperti inilah ilmu pengetahuan dalam Buddha Sasana. Namun sebelum Pahiyya dapat mengerti Dhamma tersebut dengan mudah, beliau juga telah mengusahakannya dengan perjuangan yang keras untuk waktu yang panjang dari satu kehidupan ke kehidupan-kehidupan berikutnya.

- Ilmu pengetahuan dalam Buddha Sasana mengacu pada hukum Kamma. Hal semacam ini sulit untuk dibuktikan kebenarannya oleh para ilmuwan. Jika memang ilmu pengetahuan ilmiah benar-benar hebat, cobalah untuk membuat agar seluruh manusia menjadi sama semuanya, membuat seluruh manusia memiliki pikiran yang sama juga memiliki bentuk tubuh yang sama. Ilmu pengetahuan dapat menciptakan pesawat-pesawat yang sama, mobil-mobil yang sama, serta berbagai benda lainnya juga dapat dibuat dengan sama persis. Namun ilmu pengetahuan ilmiah tidak dapat menciptakan kesamaan pikiran maupun bentuk fisik untuk seluruh manusia. Segala perbedaan yang dimiliki oleh manusia berasal dari hukum Kamma. Kamma adalah perbuatan, berbuat baik akan memperoleh kebaikan, berbuat jahat akan memperoleh kejahatan.


Anumodana.

Bhante Piter Gunadhammo

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com