Sariputta | Memahami Diri Kita Sariputta

Memahami Diri Kita

Bhikkhu Uttamo

👁 1 View
2019-05-15 11:21:44

Ada di antara kita yang mempunyai kaca di kamar mandi yang memperlihatkan tubuh kita secara utuh? Biasanya kita hanya punya kaca di kamar mandi hanya sepotong saja, jarang sekali yang memiliki kaca besar yang memperlihatkan tubuh kita secara utuh seperti di hotel-hotel. Kenapa? Karena pada saat melihat diri kita secara utuh di depan kaca, wah…bagi yang masih muda, mungkin masih tidak masalah, tapi bagi yang sudah berumur, rasanya tidak berani untuk melihat tubuh kita sendiri.

Siapa yang di kamarnya punya lemari baju? Hampir semua orang memiliki lemari di kamarnya. Coba kalau misalnya semua baju kita yang digantung-gantung di kamar, kita masukkan semuanya ke dalam lemari. Pasti kamar kita terlihat rapi. Biasanya umat kalau ada mengundang bhante ke rumah, satu hari sebelumnya sudah sibuk memasukkan baju-bajunya ke dalam lemari, jadi begitu bhantenya datang, ”Wah…rumahnya rapi yah.” Padahal kalau lemarinya dibuka, wah isinya berantakan.

Hal ini sama seperti diri kita bukan? Ada penelitian yang menyatakan bahwa ketika manusia berjalan di depan lawan jenisnya, manusia cenderung menutupi kekurangan dirinya. Misalnya ada yang punya tompel, apa yang dilakukan? Ditutupi pakai tangan sambil seakan-akan sedang mengusap muka sambil tersenyum-senyum. Atau misalnya ada yang punya jerawat di kening, apa yang dilakukan? Ditutupi pakai rambut. Apalagi? Yang perutnya buncit, apa yang dilakukan?

Makanya Bhante salut kepada para ibu-ibu yang luar biasa ketika bayinya flu, disedot lalu ditelan, disedot lalu ditelan, begitu kan? Coba kalau suaminya flu, mau tidak? Atau anaknya umur 12 tahun, mau tidak? Pasti tidak mau. Lalu kenapa waktu bayi kok mau? Sama-sama saja kan? Disedot, lalu ditelan. Disedot lalu ditelan. Iya kan? "Jangan ditelan Bhante”. Lalu apa yang dilakukan dong? Masa dibalikan ke bayinya? Disedot, lalu dibalikin ke bayinya. Disedot, lalu dibalikin ke bayinya!

Ini sama seperti lemari yang tertutup, diri kita ini kita tampilkan yang baik-baik, yang bagus-bagus, namun dilihat dari sisi yang lain, semuanya berisikan kekotoran. Semua orang juga memilikinya. Bahkan di dalam ajaran agama Buddha, kotoran-kotoran ini malah dijadikan objek-objek meditasi.

Dengan memahami bahwa diri kita ini penuh dengan kekotoran, semua orang memiliki kekotoran yang sama, lantas untuk apa kita sombong? Untuk apa kita merasa rendah diri? Semua orang apapun posisi dan jabatannya, kekayaan yang dimilikinya, semuanya memiliki kekotoran yang sama. Jadi untuk apa yang kita sombong atau pun minder?

Pasangan hidup yang pada masa hidup tidak rela berpisah lama-lama, ketika sudah meninggal. Apakah masih mau menunggui? Tidak. Pasangan hidupnya dititipkan dulu di rumah duka, besoknya baru datang lagi. Ada yang bau tubuh manusia ketika meninggal? Tubuh manusia yang membusuk baunya seribu kali lebih bau daripada bangkai tikus.

Kadang Bhante memberikan pembacaan paritta di rumah duka, petinya ada yang bocor. Wah itu baunya, yah sudahlah karena Bhante juga sama akan seperti itu, yah dilanjutkan saja. Selesai dari pembacaan paritta baru diberi-tahukan kepada pihak keluarga atau pengurus di rumah duka untuk diperbaiki.

Warna kulit setelah meninggal juga akan berubah seperti buah mangga yang membusuk. Buah mangga ketika ia membusuk, warnanya akan berubah menjadi ungu-ungu. Seperti itulah warna kulit kita setelah kita meninggal. Setelah lewat 3-4 hari, mulai ada belatungnya. Bibir yang kita rawat baik-baik ini adalah makanan yang paling enak bagi belatung. Mata kita juga nantinya akan menjadi lubang, habis dimakan oleh belatung.

Lantas apa toh yang kita bawa? Perilaku kita. Pikiran, ucapan dan perbuatan kita yang kita lakukan selama masih hidup, inilah yang kita bawa. Tubuh jasmani yang penuh dengan kekotoran ini hanyalah sebagai alat untuk kita mengisi hidup kita dengan kebaikan. Tubuh jasmani ini boleh busuk, tapi bathin tetap baik.

Jadi berbicara tentang memahami diri kita adalah untuk memahami bahwa tubuh jasmani ini sesungguhnya penuh dengan kekotoran, jadi untuk apa kita sombong ataupun rendah diri. Memahami diri kita adalah untuk memanfaatkan kehidupan, memanfaatkan diri kita dan kehidupan saat ini dengan melakukan yang terbaik dan kebajikan-kebajikan pada saat ini untuk kebahagiaan pada kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com