Kenapa Tidak?
Bhikkhu Kheminda
👁 1 View2018-06-22 09:38:30
“Kenapa Tidak?” sebenarnya bukanlah sebuah pertanyaan. Judul di atas lebih tepatnya adalah sebuah jawaban untuk complaining minds (pikiran negatif).
Banyak hal di dunia ini yang tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Bahkan, apa yang terjadi terkadang adalah sesuatu yang kita tidak sukai. Menghadapi kenyataan yang tidak mengenakkan ini, orang-orang banyak mengeluh. Mereka mempertanyakan kenapa hal-hal buruk yang tidak menyenangkan ini terjadi kepada mereka.
Tidak ada hal yang terjadi tanpa sebab di dunia ini. Apa yang kita alami adalah hasil dari perbuatan yang telah kita lakukan sendiri. Daripada mengeluhkannya, lebih baik kita menerimanya dengan lapang dada, beginilah kenyataan di dunia ini, kita menuai apa yang kita tabur. Tidak ada yang lebih, dan tidak ada yang kurang. Semuanya alami.
Walaupun Anda melecehkannya, atau sama sekali tidak mengetahuinya, dunia tetaplah berputar seperti ini. Seperti hukum gravitasi yang mencakup semua di muka bumi ini, bahkan kepada seorang bayi yang baru lahir; ia berlaku untuk semua, percaya atau tidak percaya. Kenyataan yang sama berlaku pada Dharma. Dharma adalah sebuah hukum yang berlaku tanpa ada kekuatan eksternal yang mengaturnya. Agar berlaku, Dharma tidak perlu dipercayai.
Kata ‘percaya’ adalah mengenai sesuatu yang belum pernah seseorang lihat atau alami sendiri, terpaksa ataupun tidak terpaksa; jadi, seseorang tidaklah dapat meyakini kebenaran dari ke-percaya-annya ini sampai dia membuktinya sendiri.
Dharma adalah untuk dibuktikan, dilihat dan dicoba sendiri untuk dapat mengerti dan menerima hidup sebagaimana adanya. Ketika seseorang merasakannya sendiri, kata ‘percaya’ akan lenyap.
Lebih dari 2600 tahun yg lalu, Sang Buddha menemukan Sang Jalan –Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dengan belas kasihNya, Beliau berbagi kebijaksanaan ini kepada kita. Beliau menyatakan bahwa suatu kondisi yang mengantarkan kita untuk memunculkan Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah sebuah renungan, perhatian yang berdasar, pemahaman metodik. Ini disebut ‘yoniso manasikara’. Inilah awal dari kebangkitan Jalan Mulia Berunsur Delapan, dari sini, pandangan benar akan muncul.
Dengan munculnya pandangan benar, munculah niat benar, dan seterusnya… Seperti matahari terbit yang didahului oleh subuh, begitu juga kemunculan Jalan Utama Beruas Delapan didahului oleh ‘yoniso manasikara’.
‘Yoniso manasikara’ dapat dipraktekkan dalam 2 tahap: (1) menumbuhkan pengertian apapun yang kita alami adalah buah dari karma kita sendiri, dengan pengertian ini (2) kita harus menjaga pikiran kita jauh dari kekotoran batin (keserakahan, kebencian, dan delusi). Saat pandangan benar muncul, kebahagiaan juga akan muncul. Kebahagiaan tidak akan pernah beriringan dengan pandangan salah. Seperti halnya seseorang berdiri di ufuk barat untuk menantikan matahari terbit, ia tidak akan pernah dapat melihatnya. Sebelum dia mengetahui dan menerima kenyataan bahwa matahari terbit di timur, ia akan selalu menderita. Itulah sebabnya, pandangan benar itu sangat penting.
Dengan kondisi batin yang benar dan kebijaksanaan untuk menyadari bahwa hidup ini hanyalah lingkaran lahir, tua, menderita: yang muncul dan berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, tidak terpenuhinya keinginan dan kematian, seseorang akan sadar bahwa sebenarnya tidak ada sesuatu yang pantas dikeluhkan, atau setidaknya akan mengeluh lebih sedikit.
Jadi, saat seseorang curhat dan mempertanyakan penderitaannya, “Kenapa saya???”, Anda harus menjawab, “Kenapa tidak?”
Ini akan memunculkan ‘yoniso manasikara’ sebagai langkah pertama mereka ke Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Happy liberation to all of you!
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com