Sariputta | Jangan Menaruh Dendam Sariputta

Jangan Menaruh Dendam

Bhikkhu Sri Pannavaro Dayaka Mahathera

👁 1 View
2017-09-22 00:50:17

Dalam kehidupan ini kita tidak mungkin hidup sendiri. Sebagai anggota masyarakat, kita hidup di tengah-tengah ribuan, bahkan jutaan sesama kita. Di tengah-tengah lingkungan kita ini, kita tidak bisa membayangkan keharmonian dan ketenteraman sampai nanti kita menutup mata. Suatu saat, teman kita sendiri, atau mungkin orang yang tidak kita kenal, berbuat sesuatu yang tidak kita sukai kepada kita.

Apakah di dalam pekerjaan, apakah dalam dunia usaha, apakah sebagai pelajar, bahkan juga di tengah-tengah pengabdian sosial; kita sering mendapat perlakuan yang tidak kita senangi, tetapi juga sering mereka mengganggu, merugikan, dan merusak kita. Dengan seribu satu macam alasan mereka-mereka itu melakukan tindakannya kepada kita. Mungkin hanya karena salah faham. Mungkin juga karena kita yang memang salah. Tetapi, juga mungkin, karena iri hati kepada kita. Tidak rela kita menjadi maju, atau tidak setuju kita jadi seperti ini; dan sebagainya, masih banyak lainnya. kemudian, kita kena makian, kena hinaan. Kena fitnah, kena damprat. Milik kita, mungkin hilang, kita tertipu, atau kadang-kadang diminta dengan paksa. dan masih banyak lagi yang bisa kita lihat di dalam kehidupan kita sendiri, juga pada kehidupan di sekitar kita.

Kalau kita melihat dengan kaca mata duniawi, kita memang melihat, bahwa pelaku-pelaku terhadap diri kita ini adalah: si A, si saudaraku B, si suamiku sendiri, si C, si D, si dia, si itu, dan lain-lain. Dalam satu artikel pernah diumpamakan; maka kemudian pikiran kita ini seperti buku telepon yang tebal saja; yang hanya berisi berderet-deret daftar nama-nama orang saja. Nama-nama dari sekian banyak orang yang menjengkelkan kita, yang menyakitkan hati kita, yang merusak milik kita. Semua itu adalah orang-orang yang masuk di dalam daftar dendam kita. dan setiap saat, nama-nama itu muncul berganti-ganti menganggu ketenangan hidup kita. Kita di tarik-tarik oleh hawa nafsu untuk membalas kebencian kepada mereka satu-persatu; tidak peduli apakah dia atau kita yang sebenarnya salah.

Kalau pikiran sudah sedemikian itu maka kita akan susah tidur. Susah untuk mempunyai ketenangan di dalam. Kehidupan kita gelisah; mudah tersinggung, dan batin kita menjadi beku. Sebaliknya, kalau kita meletakkan kacamata duniawi, dan memakai kaca mata atau lensa Kesunyataan untuk melihat kejadian-kejadian pada diri kita ini, maka apakah yang kita lihat? Yang kita lihat adalah: Apa yang sebenarnya terjadi! Sesungguhnya bukan sang suami yang menyakiti saya, bukan si dia yang mengikari janji, bukan si A, si B, si C, bukan si ini atau si itu yang membuat semuanya ini terjadi pada diri kita sendiri. Karena kita, semua itu terjadi, menimpa diri kita.

Oleh karena, di dunia dimana pun juga, tidak ada satupun peristiwa, apakah peristiwa menyenangkan, yang terjadi dengan begitu saja. Semua yang terjadi pada kita, itu adalah akibat dari perbuatan kita masing-masing; baik yang kita perbuat pada kehidupan ini, maupun yang telah kita perbuat pada kehidupan kita yang lampau, yang berbuah. Oleh karenanya, janganlah kita dendam. Apapun yang terjadi pada diri kita, adalah akibat dari perbuatan kita masing-masing. Bukan di buat oleh orang lain kemudian di lemparkan kepada kita. Bukan! Ini adalah hukum Kesunyataan, hukum karma yang universal.

Jangan menyalahkan, apalagi membenci orang lain, siapapun juga. Karena, kita harus mengerti, apapun yang terjadi pada kita itu, adalah apa yang harus kita terima adalah akibat dari perbuatan kita masing-masing. Itulah keadaan kita yang sesungguhnya kalau kita mau melihatnya dengan kaca mata Kesunyataan, dengan Kesunyataan dengan kaca mata Dhamma.
Kemudian timbul satu pertanyaan. Lalu bagaimana sikap kita pada mereka yang mengganggu ketentaman kita? Bagaimanakah tindakan kita pada mereka yang berbuat jahat pada kita? Apakah kita harus toleran terhadap mereka? Dan apakah mereka itu tidak membuat karma jelek baru? Sikap untuk menyadari, bahwa apapun yang menimpa kita adalah akibat dari perbuatan jelek kita sendiri, yang memang harus kita terima; adalah sikap kita yang pertama.

Tetapi, bukan berarti hanya pertama itu saja kemudian kita berhenti. Langkah pertama untuk menyadari bahwa yang terjadi pada kita adalah akibat dari karma kita masing-masing, adalah sikap berpikir yang amat penting. Oleh karena dengan menyadari hal itu, kita tidak akan menaruh dendam pada mereka-mereka yang berbuat jahat ada kita. Dan kalau rasa dendam ini berusaha kita atasi, maka usah baik yang tulus. Karena kalau rasa dendam yang membakar dada kita belum kita atasi lebih dahulu, maka semua nasehat kita, petunjuk-petunjuk kita, untuk mereka menjadi pelampiasan dendam dan benci kepada mereka.

Dan juga, sesungguhnya kita harus kasihan melihat mereka yang berbuat jahat; baik berbuat jahat kepada kita maupun kepada orang lain. Kita kasihan, karena kita mengerti, bahwa mereka yang berbuat jahat itu, pada suatu saat, pasti, memetik penderitaan sebagai akibatnya. Hukum Karma adalah Kesunyataan Universal. Kita harus menerima akibat dari setiap perbuatan kita. Apakah kita lupa pada perbuatan kita, apakah kita mengharap buahnya atau tidak; akibat dari setiap perbuatan pasti datang pada kita.

Oleh karena itu, marilah kita bertekad untuk meluhurkan bangsa dan negara kita ini dengan banyak berbuat baik. Jangan kita menjadi anggota masyarakat yang suka berbuat jahat. karena selain merugikan orang lain, kejahatan itu akan menghancurkan kita sendiri. Dan kita semua, satu persatu, tidak ada yang ingin hidupnya hancur.
Dalam Samyutta Nikaya dicatat kata-kata Kesunyataan sang Buddha yang sangat terkenal:

"Sesuai dengan bibit yang disebar
Begitulah buah yang akan dipetik
Pembuat kebaikan akan memetik kebaikan
Pembuat kejahatan akan memetik kejahatan."

Jangan kita main tipu, jangan kita main clurit, main bajak, atau main paksa; hanya untuk mencari harta. Seorang yang mengerti,akan mempunyai sikap hidup demikian.

Pada suatu saat, nanti tengah malam, besok atau beberapa tahun kemudian, kita semua akan mati. Setelah kematian, bukan harta yang mengikuti kita, tetapi perbuatan kita yang akan selalu ikut kemana kita pergi; baik perbuatan-perbuatan yang baik maupun perbuatan-perbuatan yang jelek.

Kalau kita mengerti hukum karma, merenungkan hukum Karma, dan yakin pada hukum Karma, maka kita akan takut berbuat jahat. Takut pada akibat berbuat jahat. Takut pada akibat kejahatan. Karena akibat kejahatan itu adalah kehancuran bagi kita sendiri.

Dengan pengertian hukum Karma yang merasuk, merasuk sampai ke tulang sumsum kita; mendarah mendaging pada hidup kita, kita akan bersemangat dalam perbuatan baik. Perbuatan baik yang luhur dan tulus. Karena kita mengerti benar, bahwa kebaikan akan membawa kebahagian, keharmonisan, dan kedamaian; bagi banyak orang, maupun bagi masing-masing kita. Damai di luar, dan juga damai di dalam batin.

Akhirnya, sekali lagi, mari kita bertekad: Janganlah kita menaruh dendam pada siapapun juga. Berusaha sungguh-sungguh menyadari bahwa, apapun yang terjadi pada kita adalah akibat dari karma kita masing-masing. Kemudian, berusaha sebanyak mungkin menambah dan mengisi terus kehidupan ini dengan kebaikan.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com