Sariputta | Haruskah Karma Ditakuti? Sariputta

Haruskah Karma Ditakuti?

Bhikkhu Uttamo

👁 1 View
2018-07-14 10:34:56

Karma = niat, bersifat aktif, dan dapat diubah
Misalnya : Sakit merupakan buah karma, diterima tapi jangan pasrah saja karena ada sebabnya dan dapat diubah. Tujuh puluh persen sakit bersumber dari makanan, maka lakukanlah diet, ganti pola hidup, dan olahraga untuk mengurangi sakit tsb.

Anda juga dapat melakukan :
Berdana, “Semoga dengan dana ini, saya terlepas dari sakit ini….”
Fangshen, bertekad “Seperti makhluk yang terlepas bebas maka semoga saya juga terlepas dari kesulitan saya, masalah ekonomi, masalah keluarga, penyakit, dll.” 
Pelepasan makhluk = membebaskan makhluk yang sedang menderita, maka dalam melakukannya harus punya kebijaksanaan. Jangan pesan (order) tetapi pergi lah ke resto pecel lele misalnya, “Saya punya uang segini, bisa beli berapa ekor?” Tidak masalah hanya satu ekor yang bisa dibeli. Kemudian lepaslah di tempat yang aman.

Manusia pun bisa di-fangshen, maksudnya dilepaskan penderitaannya. Contoh : Beli obat-obatan dan kasih ke panti jompo = melepaskan penderitaan / penyakit orang-orang jompo di sana.

Atau, contoh lain : Bayarin anak asuh, membebaskan anak tsb dari kesulitan / penderitaan ekonominya, semampunya dalam arti kalau bisa bayarin 3 bulan dan bulan ke 4 tidak bisa, ya sudah, katakan pada anak tsb apa adanya.

Kenapa takut karma? Karma juga ada yang positif.
Misalnya : Sakit dan masuk rumah sakit, karma buruk berbuah. Bisa jadi sembuhnya cepat padahal hanya ketemu dokter yang biasa2 saja namun mendapatkan penanganan yang tepat. Tetapi jika tidak ada jodoh karma, mau ketemu dokter yang bagus sekalipun belum tentu cocok dan belum tentu membawa kesembuhan.

Apakah karma buruk jika sakit, masuk RS, ketemu dokter yang cocok, dirawat olehnya, lalu menjadi jodoh Anda, dan menikah dengannya? Karma baik atau buruk itu tergantung pola pikir atau sudut pandang masing-masing maka biasakan berpikir positif agar terbebas dari pikiran adil/tidak adil ketika mendapati suatu kejadian, “Untung yah, cuma rugi sejuta.”, “Beruntung, 1 orang selamat.”, dsb.

Bahagia atau menderita adalah milik masing2, tidak akan salah, dan jangan berpikir karena orang lain maka menyalahkan pasangan, anak, atau orang tua sebagai sumber problem kita karena itu adalah milik kita masing2. Dapat pasangan seperti apa, terimalah, karena itu milik anda. Jika ikatan karma sudah habis, maka selesai pula hubungannya (meninggal, pindah kota, berkeluarga sehingga tidak lagi bertemu, dsb).

Maka sadari : 
Saya menerima ini sebagai milik saya
Tetapi saya bisa mengubahnya karena tidak selamanya karma berjalan lurus, perbanyaklah perbuatan baik untuk mengubahnya. Contoh : Kalo saya bodoh, ok saya akan belajar lebih keras. Karena tidak ada orang bodoh, hanya ada orang yang butuh belajar sebentar atau lama.

4. Dengan kebajikan dan pikiran perkataan perbuatan positif yang kita lakukan maka kita bisa mempertahankan hasil buah karma baik yang kita terima. Dengan kebajikan, hasil karma buruk menjadi berkurang dan hasil karma baik menjadi meningkat. Ketika sehat, berbuat baik. Ketika sakit, perbanyak berbuat baik. Teruslah berbuat baik karena ini juga yang akan membuat kita dapat kesempatan mendengar dan praktek Dhamma dengan lebih baik, yang pada akhirnya membawa pada pembebasan dan Nibbana.

5. Lalu bagaimana berbuat baik saat dalam keadaan koma? Koma bukan berarti titik, seperti semi pingsan. Pasien tsb bisa menangis dan bisa memahami pembicaraan orang di sekitarnya, hanya tidak bisa meresponnya. Jadi bisa membisikkan atau mengatakan kepada pasien tsb “Hari ini kami mau berbuat baik a/n kamu yah, semoga ketemu dokter yang cocok, semoga kamu mendapat kebahagiaan sesuai karmamu.”

Begitu pula ketika melakukan pelimpahan jasa, sebut “Untuk semua makhluk yang berhubungan karma dengan saya, semoga berbahagia dimanapun berada.” Seandainya leluhur kita telah menjadi kita atau tidak bisa menerima pelimpahan jasa tsb, maka hasil pelimpahan tsb akan kembali kepada kita. Pelimpahan jasa merupakan pelepasan keakuan melalui perbuatan bajik yang kita lakukan untuk orang lain/leluhur.

6. Meditasi juga termasuk kebajikan, karena selama meditasi kita melatih dan berusaha berpikir netral, bebas dari ketamakan dan kebencian. Karena itulah termasuk berbuat bajik.

Coba foto garis telapak tangan,
meditasi dan berbuat baik selama 3 bulan berturut-turut, nanti garis2 halus/kecil pada tangan juga akan banyak berubah, gampang sekali berubah tergantung perbuatan baik kita, kecuali untuk 3 garis utama (tebal di tengah) tidak akan banyak berubah.

Tidak ada cara mengubah buah karma selain dengan kebajikan. “Tanem padi, tumbuh padi. Tanem kekecewaan, tumbuh kekecewaan. Tanem kebahagiaan, tumbuh kebahagiaan.”

7. Apakah karma diturunkan dari orang tua ke anak? Jawabannya tidak. Secara biologis, dibilang menurun (misal 1 keluarga berkacamata) tapi ternyata ada anak yang tidak berkacamata (kehidupan sebelumnya tidak mengkondisikan doi berkacamata tapi mengkondisikan doi terlahir di keluarga berkacamata).

Contoh lain, keluarga yang memiliki anak dengan keterbatasan berpikir, orang tua mengalami kesedihan karena kekurangan anaknya adalah buah karma orang tua namun keterbatasan berpikir merupakan buah karma anak. Ada ikatan karma sehingga mereka menjadi 1 keluarga sebagai orang tua dan anak namun tetap karmanya sendiri-sendiri, milik pribadi. Bisa berkumpul bersama di sini = buah karma bersama, memetik buah karma masing-masing secara bersama-sama = punya ikatan karma yang sama.

Karma adalah milik masing-masing tapi ketika bersama, bisa menjadi karma kelompok (hanya bersilangan saja).

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com