Sariputta | Diri Sendiri Yang Mengendalikan Diri Sendiri Sariputta

Diri Sendiri Yang Mengendalikan Diri Sendiri

Bhikkhu Sri Pannavaro Dayaka Mahathera

👁 1 View
2017-09-18 04:14:30

Ada seseorang, bisa seorang laki-laki, bisa juga seorang perempuan. Setiap kali bertemu dengan temannya dia selalu cerita tentang kejelekan orang lain.

Sampai salah seorang yang kenal dengannya itu mengatakan kepada saya; "Bhante, saya kalau ketemu dengan dia, semuanya yang dia ceritakan itu yang jelek-jelek semua. Sepertinya dia mau mengatakan tetapi tidak keluar. Dia mau mengatakan bahwa yang baik itu dia sendiri tetapi itu tidak diomongkan. Maka dia cerita itu jelek, jelek, jelek. Sampai saya juga jadi risih, Bhante.".

Orang yang mendengar itu sampai risih. Karena semua orang yang dia ceritakan jelek, jelek, jelek semua.

"Saya pernah memancingnya, Bhante. Jadi pada waktu dia menceritakan kejelekan orang lain, saya sengaja memancing, 'Lalu untuk jelasnya bagaimana?' Woah......! Malah berkobar-kobar."

Pernah juga suatu kali saya bertemu dengan seseorang. Dia orang Barat yang menceritakan kejelekan, kejelekan, kejelekan. Kejelekan si A, si B, si C. Saya mendengar saja. Lalu setelah dia cerita panjang lebar, saya berusaha memberikan komentar, "Yes, no body is perfect in the world."

Kemudian dia buru-2 menjawab; "Oh yes, except The Buddha,.....and myself." Mungkin dia merasakan sindiran saya.

"Mengapa begitu ya , Bhante?'

"Karena dia mendapatkan kenikmatan, Saudara."

Sewaktu dia menceritakan keburukan orang lain itu, dia senang. Dia enjoy. Aku ini tidak begitu loh, aku ini tidak begitu. Hanya saja itu tidak dikatakannya.

Ada lagi orang yang mempunyai kebiasaan lain. Dia tidak menjelekan orang lain melainkan dia menceritakan dirinya sendiri, keunggulan dirinya sendiri. Apabila nanti dia bertemu dengan temannya, lalu temannya itu bercerita, spontan komentarnya adalah mengomentari dirinya sendiri atau keluarganya.

Suatu hari dia bertemu dengan temannya, "Oh pak, bu, suamiku itu buka usaha baru. Sekarang buka rumah makan, jual soto."

"Oh....suamiku juga, mbak. Beberapa hari yang lalu itu, suamiku buka restoran. Tiga lagi. Di pojok pasar sana."

Itu spontan. Dia tidak merasa risih. Tidak merasa malu.

"Mengapa bisa ya, Bhante?"

"Karena sudah menjadi habit, Saudara. Itu sudah kebiasaan. Dan kebiasaan itu telah menyenangkan dia."

Sampai-sampai temannya bercerita begini; "Kemarin, suamiku padahal berhati-hati sekali. Sewaktu dia naik motor itu pelan-pelan. Pokoknya hati-hati lah. Dia tidak mau ugal-ugalan, tetapi mendadak ada mobil. Mungkin yang mengendarai mobil itu mabuk atau sembrono. Suamiku ditabraknya, sekarang suamiku harus ke rumah sakit, harus dirawat di rumah sakit."

Dia mendengarkan tetapi tidak memberikan empati, malah berkata; "Oh ! Lebih-lebih lagi, bu. Suamiku tiga hari yang lalu ditabrak mobil. Wuoh.....! Motornya masuk selokan. Suamiku sampai gepeng, sampai mati. Mati, tetapi sampai rumah sakit dia hidup lagi."

Anda sehari-hari pasti akan menjumpai tipe-tipe orang seperti ini. Mungkin juga Anda sendiri yang suka menceritakan kejelekan orang lain. Berhati-hatilah. Itu nilainya hampir sama meskipun tidak sama dengan bila diri kita sendiri berpikir yang jelek.

Anda ingin mencuri sesuatu karena Anda senang dengan benda ini. Kemudian mencari kesempatan dan caranya. Bisa juga Anda bekerja pada orang yang mempunyai barang ini cukup banyak. Kalau saya ambil satu, dia tidak tahu. Lagipula saya butuh. Anda punya pikiran tentang mencuri, mencuri, mencuri, mencuri. Anda berpikiran buruk.

Kemudian, bukan Anda yang mencuri tetapi Anda yang menceritakan tentang orang lain mencuri; "Oh dia suka mencuri, dia suka mengambil tanpa izin, dia suka nyolong."

Pada saat Anda menceritakan orang lain mencuri, apa yang ada di pikiran Anda? Anda juga berpikir mencuri, mencuri, mencuri, sama saja.

Ini sama saja dengan Anda mempunyai keinginan mencuri, Anda ingin mencuri tetapi tidak terlaksana. Sudah ada keinginan untuk mencuri !

Lalu Anda menceritakan orang lain yang sekarang mencuri. Pada saat Anda menceritakan orang lain mencuri, pikiran Anda buruk. Apa yang ada dalam pikiran Anda adalah tentang mencuri, mencuri. Ini hampir sama nilainya dengan Anda ingin mencuri, mencuri, mencuri.

Berhati-hatilah dengan menceritakan keburukan orang lain. Karena menceritakan keburukan orang lain hampir sama dengan Anda berkeinginan buruk. Pikiran ada di kepala. Keinginan buruk juga dikepala. Menceritakan yang buruk-buruk juga ada di kepala. Semuanya sama-sama di kepala.

"Apakah boleh Bhate, menceritakan keburukan orang lain?'

"Tidak ada gunanya, Saudara."

Jika tidak sangat terpaksa dan itu pun untuk tujuan yang baik. Tidak perlu menceritakan keburukan orang lain.

"Bagaimana jika menceritakan kebaikannya, Bhante?"

"Oh itu sangat baik, Saudara. 'Dia suka menolong, dia suka membantu, dia jujur,' maka yang Anda pikirkan adalah yang baik, baik, baik, baik.

Di pikiran Anda muncul pemikiran untuk menolong, membantu, jujur. Anda mengisi pikiran Anda dengan yang baik, baik, baik. Meskipun Anda hanya menceritakan kebaikan orang lain. Secara psikologis, menceritakan kebaikan orang lain bisa mendorong Anda untuk mencontoh perbuatan itu.

Oleh karena itulah, di dalam 'DELAPAN UNSUR JALAN MULIA' yang nomor enam, Guru Agung kita mengajarkan sammavayama 'usaha benar'. Usaha di sini bukan usaha mencari uang,bukan. Melainkan usaha mental.

Ada empat macam usaha:

Pertama, hal-hal yang buruk-buruk yang sering Anda lakukan; hentikanlah, jika tidak berhenti, nanti kekuatan untuk melakukan lagi semakin kuat. Apabila Anda sering melakukan sesuatu yang tidak baik; stop lah. Bila dilakukan terus-menerus, keinginannya menjadi kuat. Stoplah, berhentilah.

Kedua, hal-hal yang buruk-buruk yang belum pernah dilakukan, jangan dilakukan. Karena sekali dilakukan itu akan ada di ingatan Anda. Apabila sekali dilakukan itu membawa kenikmatan, bisa ingin mengulang lagi. Jika diulang berkali-kali, maka menjadi habit, menjadi ketagihan. Anda akan diikat oleh kenikmatan itu.

Ketiga, hal-hal yang baik-baik yang belum pernah dilakukan, lakukanlah terus.

Keempat, hal-hal yang baik-baik yang belum pernah dilakukan, lakukanlah sekarang. Suka menolong, bermeditasi, memberikan nasehat, memaafkan mereka yang lain, dan lain-lain. Lakukanlah.

Usaha ini harus kita lakukan sendiri. Menghentikan yang buruk, tidak melakukan yang buruk, melanjutkan yang baik, menambah yang baik, harus kita lakukan sendiri. Orang lain tidak bisa membuat Anda berhasil, termasuk para guru, termasuk Guru Agung kita. Guru-guru kita, Guru Agung kita hanya memberikan petunjuk jalan, mendorong kita, mengingatkan kita. Namun, untuk mampu mengendalikan diri kita, harus kita sendiri.

Guru Agung kita pernah memberikan perumpamaan, seperti seorang pemain sirkus. Pemain sirkus ini bisa main di atas tali yang dibuat dari kawat. Dia tidak terjatuh. Kadang-kadang tali itu 10-20 meter dari lantai. Talinya panjang. Dia berjalan di atas tali, membawa galah. Tidak jatuh.

Siapa yang membuat dia bisa berjalan di atas tali sehingga tidak jatuh sebagai pemain sirkus? Guru Agung kita mengatakan, dia harus latihan sendiri.

Guru sirkus tidak bisa membuat dia mencari keseimbangan. Dia harus latihan. Latihannya pertama kali ya tidak tinggi-tinggi. Ketinggiannya dari lantai mungkin satu meter atau dua meter. Dibawahnya ada matras. Karena kalau dia jatuh, tidak ada matras, nanti kepalanya bisa pecah. Kemudian naik, naik, naik.

Guru sirkus hanya mengatakan; "Jangan tegang. Rileks. Cari keseimbangan. Pikiran jangan kemana-mana. Konsentrasi, rileks, konsentrasi." Hanya itu.

Siapa yang membuat dia seimbang? Dia sendiri.

Siapa yang bisa membuat diri Anda bisa mengendalikan diri Anda dari perbuatan-perbuatan yang buruk? Diri Anda sendiri. Orang lain tidak bisa.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com