Sariputta | Dewa Subrahma Sariputta

Dewa Subrahma

Bhikkhu Revata

👁 1 View
2018-04-26 11:03:52

Di Masa Sang Buddha terdapat dewa yang bernama Subrahma, yang berdiam dengan bahagia di alam dewa dengan pengikutnya 1.000 dewi. 

Apakah anda pernah mendengar kisahnya mengenai 500 dewi di kanan dan 500 dewi di kiri. Di dalam cerita ini, Subrahma sedang duduk di bawah pohon di Hutan Nandana diantara 500 dewi, sementara 500 dewi yang lainnya telah naik ke atas pohon. Jadi bukan cuma wanita manusia saja yang memanjat pohon, tapi dewi juga memanjat pohon, Apa yang mereka lakukan di sana? Mereka bernyanyi dan menabur bunga ke bawah pohon. Dewi dewi tersebut yang tetap berada di bawah pohon dengan Subrahma, mengumpulkan bunga-bunga tersebut dan memahkotai Subrahma dengan bunga-bunga. Semua sahabat-sahabatnya bernyanyi dan berdansa dengan bahagianya, tetapi tiba-tiba saja dewi-dewi yang berada diatas tersebut berhenti bernyanyi, Mereka terdiam, Subrahma pun bertanya-tanya apa yang terjadi, dia Menengadah ke atas dan melihat bahwa pohon tersebut kosong. 500 Dewi sahabat Subrahma hilang begitu saja. 

Di dalam DhammaTalk Bhante Revata, Bhante pernah memberikan Dhammatalk mengenai 3 ungkapan dewa. 5 pertanda hanya muncul bagi dewa-dewa yang memiliki jasa kebajikan besar, bukan mereka yang mempunyai jasa kebajikan kecil. Dan 500 dewi tersebut hilang begitu saja di saat mereka sedang bernyanyi dan menabur bunga. Dewa Subrahma ingin mengetahui kemana mereka pergi, keinginan tersebut muncul di dalam benaknya. 

Ketika Subrahma mencari mereka dengan menggunakan mata dewanya, dia menemukan bahwa para dewi tersebut mendadak meninggal dan terlahir kembali lagi dengan segera di neraka Avici. Neraka Avici merupakan neraka yang sangat menyeramkan sekali. Sekarang Devadatta juga sedang berada di sana. Apakah Anda Ingin melihatnya? Sekarang 500 Dewi tersebut juga ada di sana. Apakah anda ingin bertemu dengan mereka? Bhante tidak ingin kita semua menuju ke sana. Kalo begitu hati-hati, jangan lengah, jangan terlibat / mencenderungkan diri ke dalam kesenangan-kesenangan indrawi. 

Jadi ke 500 dewi tersebut sewaktu sedang terlibat dalam sensualitas tersebut, mereka meninggal begitu saja ketika mereka sedang menikmati kesenangan inderawi.

Bhante Revata bertanya : Apakah anda suka dengan pesta makan malam? Apakah anda suka menghadiri pesta ulang tahun? Apakah anda suka berdansa? Apakah Anda suka bermain musik? Jika disaat itu anda meninggal, mungkin anda akan bisa terjatuh ke dalam neraka avici. Orang-orang merasa senang sekali, tetapi itu adalah ketidak baikan. Oleh karena itu, orang-orang berpikir bahwa apa yang mereka sukai itu adalah hal yang baik, apa yang mereka tidak sukai itu adalah hal yang tidak baik. Suka / tidak suka, jadi kebaikan maupun ketidak baikan itu bukan tergantung dari suka / tidak suka. 

Bhante Revata pernah menanyakan pertanyaan tersebut kepada seorang wanita jerman, Apakah Anda suka bernyanyi?  Oh Sudah tentu jawab wanita tersebut. Apakah Anda suka bermain Piano? Oh, tentu saja jawab wanita tersebut. Bagaimana menurut kamu apakah itu sesuatu hal yang baik? Tentu saja itu hal yang baik, "Saya suka" jawab wanita tersebut. Bagaimana, dia mengira itu baik / itu suatu kebajikan karena dia menyukainya. Jadi kebaikaan maupun keburukan tidak bergantung pada suka maupun tidak suka. Kebaikan itu akan menjadi kebaikan sepanjang waktu. Begitu pula keburukan itu akan menjadi keburukan sepanjang waktu. Oleh karena itu Sensual Pleasure / Kesenangan indrawi adalah indah bagi mereka yang BUTA, Cantik bagi mereka yang BUTA. Benar? Apakah anda ingin menikmatinya lagi? 

Jadi Berhati-hatilah saat anda bernyanyi, berdansa dan bermain musik, di saat anda meninggal itu akan bisa menjadi hal yang sangat buruk sekali. Neraka Avici merupakan neraka yang sangat menyeramkan sekali.

500 Dewi pengikutnya, yang bernyanyi  dan berdansa dengan bahagia, menabur bunga dari atas pohon tiba-tiba saja meninggal dan jatuh ke neraka yang menyeramkan tersebut. Seperti yang anda ketahui berpisah dengan orang yang kita cintai adalah penderitaan. “ piyehi vippayogo dukkho “. Tidak terkecuali bagi para dewa, maka Subrahma pun merasa sangat sedih sekali. Ia Sangat Menderita. Ia Menderita Dukkha yang sangat dalam. Di saat yang sama pula, sikap perhatian penuh pun muncul dalam dirinya. Dia memeriksa jangka waktu kehidupannya sendiri dan melihat bahwa dirinya sendiri bersama dengan 500 dewi yang tersisa akan meninggal dalam jangka waktu 7 hari, dan mereka akan mengalami kelahiran kembali di neraka yang sama.

Bhante Revata ingin mengajukan pertanyaan kepada anda semua? Dukkha mana yang lebih mendalam, Dukkha yang timbul di dalam pikiran dewa muda ketika dia terpisah dari 500 Dewi yang dicintai. Atau Dukkha yang timbul dalam dirinya, ketika dia melihat dirinya berikut 500 pengikutnya yang tersisa akan meninggal dalam waktu 7 hari dan mereka akan mengalami kelahiran kembali lagi di neraka yang sama. Sudah tentu yang kedua : Dukkha yang timbul dalam dirinya, ketika dia melihat dirinya berikut 500 pengikutnya yang tersisa akan meninggal dalam waktu 7 hari dan mereka akan mengalami kelahiran kembali lagi di neraka yang sama.

Jika kita tahu dalam jangka waktu 7 hari lagi kita akan meninggal, apa yang kita lakukan? 


Jadi meskipun kita tidak mengetahui kita harus merenungkan suatu kebenaran alami yaitu kematian, Kita harus merenungkan seperti cara yang diajarkan oleh Sang Buddha. Apa yang dikatakan Sang Buddha “Maraṇaṁ me dhuvaṁ, jīvitaṁ me adhvaṁ”. Kematian adalah pasti, Kehidupan adalah tidak pasti.  “Maraṇaṁ me Bhavisati” artinya Saya pasti akan meninggal. Maranapariyosānam me jivitam artinya Hidup saya akan berakhir dengan kematian.  Setiap pagi disaat anda bangun anda harus merenungkan dengan cara demikian, setiap siang maupun petang anda harus merenungkannya, setiap malam sebelum kita hendak tidur sebaiknya kita juga merenungkannya, ini merupakan hal yang sangat mendukung sekali dan hal yang sangat bermanfaat bagi kita. Bahkan di dalam kehidupan sehari hari kita, disaat kita ada waktu luang, kita seharusnya merenungkan tentang kematian. Jika kita bisa merenungkan dengan cara seperti demikian, itu bisa membantu kita untuk meningkatkan perbuatan baik yang kita lakukan dan menghindari melakukan perbuatan tidak baik dalam kehidupan kita.

Sekarang Dewa Subrahma setelah mengetahui bahwa dia dan 500 dewi pengikutnya akan meninggal dalam jangka waktu 7 hari. Ketika dia mengetahui akan kefanaan dirinya sendiri, penderitaan dan rasa sedihnya sangat kuat sekali. Jadi Bhante tadi baru saja mengajukan pertanyaan, derita mana yang akan lebih mendalam? Jadi sudah tentu, rasa dukha yang lebih mendalam adalah derita yang muncul dalam dirinya sendiri dan dewi pengikutnya yang tersisa ketika dia melihat datangnya penderitaan yang mengerikan yang akan mereka hadapi di depan. Sebelumnya dia menderita bagi mereka yang dia cintai dan kehilangan. Sekarang ia menderita untuk dirinya sendiri. Dukkha yang mendalam pun muncul pada dirinya. Rasa takut akan penderitaan di neraka begitu mendalamnya dan menakutkannya hingga rasa keterdesakan spiritual pun muncul dalam dirinya. Terdorong oleh rasa keterdesakkan spiritual dan rasa takut yang hebat ini, Subrahma pun pergi mengunjungi Sang Buddha dan meminta pertolongan serta kenyamanan dari beliau. 

Di hadapan Sang Buddha, dia pun melatunkan syair berikut : “Selalu ketakutan pikiran ini, Pikiran ini selalu guncang tentang masalah yang belum muncul dan tentang masalah yang telah muncul, jika ada pelepasan dari rasa takut, setelah ditanyakan tolong beritahukanlah hal ini kepada saya.” Meskipun pada umumnya dewa itu merasa sangat berbahagia, tapi kini Subrahma merasa sangat cemas dan ketakutan. Ketakutannya begitu mencekam dan berkelanjutan, sehingga dia pun mengutarakan kata-kata selalu ketakutan pikiran ini, pikiran ini selalu guncang, Ia prihatin akan hal yang belum muncul dan hal yang telah muncul. Jadi di dalam kasus ini masalah yang telah muncul adalah kematian mendadak dan tempat tujuan yang mengejutkan dari 500 dewi pengikutnya yang telah meninggal. Hal yang belum muncul itu bahkan lebih bermasalah lagi , kematiannya sendiri yang mungkin akan segera terjadi dan akan terdampar di neraka bersama dengan rombongan dewi yang tersisa. Termotivasi oleh rasa keterdesakan  tersebut dia pun meminta Sang Buddha untuk memberitahu jalan menuju ke pembebasan. Sang Buddha pun memberitahu instruksi kepada Subrahma, bahwa praktek Meditasi adalah sumber dari kenyamanan. 

Begitu kuatnya rasa keterdesakan spiritual tersebut, hingga setelah mendengarkannya dia dan pengikutnya pun menembus maksud dari sang Buddha pada saat itu pun mereka mencapai pemasuk arus seorang “Sotapanna”. Mereka terbebas sepenuhnya dari penderitaan di 4 alam menderita. Pengetahuan jalan mencabut kekotoran batin yang akan menjadikan mereka subjek dari penderitaan di salah satu alam tersebut. Betapa indahnya hal tersebut. Di sini kita semua harus berpikir akan lebih besarnya kemungkinan untuk terlahir kembali lagi di salah satu 4 alam menderita adalah lebih besar dibandingkan untuk terlahir kembali lagi di salah satu alam bahagia. Jadi sebelumnya Bhante ingin menceritakan mengenai sesuatu. Kini anda semua telah mendengarkanya, 500 Dewi yang berada di atas pohon mengalami kematian dan terlahir kembali di neraka avici dan juga setelah mensurvei dan melihat bahwa Subrahama dan 500 dewi pengikutnya setelah kematiannya akan terlahir kembali di alam neraka. Tetapi dikarenakan perhatiannya yang penuh kebijaksanaan setelah mengunjungi Sang Buddha dan mendengar dhamma dari Sang Buddha, Subrahma dan 500 dewi pengikutnya yang tersisa pun mencapai Sotapanna. 

Kini kita bisa memahami bahwa sebenarnya Subrahma tersebut memiliki sangat banyak sekali karma tidak baik yang bisa menyebabkan dia terlahir kembali lagi di neraka avici. Tetapi dikarenakan keterdesakan spiritual tersebut setelah bertemu dengan Sang Buddha maka dia pun mencapai tingkat kesucian. Jadi kita dapat katakan juga , bahwa dia memiliki perbuatan karma baik juga yang dapat menyebabkan dia dapat mencapai tingkat kesucian. 

Demikian pula dengan anda semua, anda semua memiliki banyak karma tidak baik yang bisa membuat anda terlahir kembali lagi di 4 alam menderita, jika anda lalai maka 4 alam menderita akan menjadi rumah sejati bagi anda lagi. Namun jika anda penuh perhatian seperti Subrahma, jika anda berlatih  maka karma baik anda akan membantu mengkondisikan anda untuk mencapai kesucian seperti Subrahma. Itu pilihan anda? Yang mana yang akan anda pilih?  Jalan menuju ke neraka atau jalan menuju ke nibbana? Oleh karena itu kita semuanya memiliki karma baik dan karma buruk. 

Bahkan untuk Devadatta, Dia memiliki parami untuk bisa mempelajari kemampuan batin. Dia dapat berlatih dengan sangat baik sekali. Betapa kuatnya konsentrasi yang dia miliki. Bukan hanya 1 jenis kesaktian yang dia miliki, tapi dia memiliki 6 jenis kesakitan. Dan dia juga seseorang yang memenuhi paraminya untuk menjadi Paceka Buddha. Tetapi dikarenakan ego, dia pun mengakumulasi karma tidak baik dan sekarang pun dia menderita di neraka. 

Oleh karena itu ini merupakan hal yang harus kita pertimbangkan, berdasarkan pada ajaran Sang Buddha, Kita terlahir karena karma baik, Sebab kelahiran manusia adalah karena karma baik. Tetapi setelah terlahir baik karma baik maupun karma buruk itu akan membuahkan hasilnya. 

Berdasarkan pada ajaran sang Buddha, di belakang setiap orang terdapat 2 anak panah yang mengikuti kita. Yang satunya adalah kebaikan sementara yang lainya adalah ketidak baikan. Jika anda selama hidup ini lebih banyak mencenderungkan diri untuk melakukan perbuatan baik , maka diantara 2 anak panah tersebut anak panah yang merupakan anak panah kebajikan akan mendapatkan kesempatan untuk mengenai anda. Jika anda mencenderungkan diri untuk melakukan perbuatan tidak baik, maka anak panah dari ketidakbaikan akan mendapatkan kesempatan untuk mengenai anda.

Anak panah mana yang anda mau ? 

Dewa Subrahma pada saat sedang menikmati sensualitasnya, anak panah ketidak baikan sudah hampir mengenainya, tapi pada saat itu dia berubah pikiran, maka dia pun melakukan kebajikan, maka anak panah kebaikan tersebut yang mengenainya, dia mencapai Sotapanna.  Hati-hati. Tanyakan pada diri kita sendiri anak panah mana yang kita mau? 

Disini kita harus mempertimbangkan 2 kesempatan untuk bisa terlahir di alam menderita maupun alam bahagia. Anda mungkin bisa mengingatnya pada dhamma talk yang terdahulu. Bhante mengutip Sutta dimana Sang Buddha bertanya kepada sekelompok Bhikkhu “Yang mana yang lebih banyak jumlah tanah yang berada di kuku jarinya atau jumlah tanah yang ada di Bumi raya? “, Para Bhikkhu menjawab “ Sudah tentu Jumlah Tanah yang ada di Bumi raya yang lebih banyak.”

Menurut Sang Buddha sama halnya seperti tanah yang lebih banyak di Bumi raya tersebut, maka jauh lebih banyak orang yang akan jatuh ke dalam salah satu  4 alam rendah ketika mereka meninggal, dibanding terlahir kembali lagi di salah satu alam bahagia. Samsara adalah tanpa suatu awal yang dapat ditemukan. Selama masa kehidupan kita yang tidak terhitung, kita semua telah menimbun baik perbuatan baik maupun perbuatan tidak baik. Sayangnya kebanyakan dari kita mengakumulasi perbuatan buruk lebih banyak dibandingkan perbuatan baik di masa kehidupan kita. 

Jika kita tidak berlatih meditasi sebelum kita meninggal, jika kita belum mempersiapkan kematian kita ketika masih terdapat waktu untuk melakukannya, maka kita tidak dapat melihat dhamma sebagaimana apa adanya. Dan oleh karena itu Sama halnya seperti 500 dewi tersebut kita bisa saja jatuh ke salah satu dalam 4 alam menyedihkan tersebut setelah kematian kita. 

Dewa Subrahma bersama dengan dewi pengikutnya mendapat penglihatan bahwa mereka akan menderita di neraka, kecuali kalau mereka mengubah cara mereka menjalani kehidupan,  rasa keterdesakan pun muncul dalam diri mereka. Sama pula halnya jika kita mengetahui kita akan meninggal dalam jangka waktu 7 hari dan menderita di alam neraka, akankah kita mengubah cara hidup kita? Akankah kita memfokuskan diri kita pada praktek meditasi agar dapat terbebas dari tempat tujuan seperti demikian?  Kapan anda akan meninggal? Dimana anda akan meninggal? Bagaimana anda akan meninggal? Apakah anda tahu? Jika anda tahu apa yang akan anda lakukan?

Sang Buddha menunjukkan kepada para Bhikkhu bahwa menuju tanpa kematian adalah dihasilkan melalui kesadaran tentang kematian, Sang Buddha pun berkata “Para Bhikkhu perhatian murni terhadap kematian jika dibangun dan dikembangkan akan membawa buah dan manfaat yang sangat besar ia akan menyatu dalam tanpa kematian dan berakhir pada tanpa kematian, oleh karena itu Para Bhikkhu, kalian harus mengembangkan perhatian murni terhadap kematian". 

Jika kita merenungkan akan kematian, seperti : Kematian adalah pasti, Kehidupan adalah tidak pasti, Saya pasti akan meninggal, Kehidupan saya akan berakhir dengan kematian setiap harinya, setiap pagi, setiap petang, setiap malam, perhatian yang penuh akan muncul dan akan diikuti pula oleh tingkah laku yang benar. Tanpa perhatian penuh terhadap kematian diri sendiri yang pasti, orang akan menjadi lalai. 

Bagaimana menurut anda jika anda merenungkan perenungan terhadap kematian setiap harinya, apakah anda akan menjadi penuh perhatian atau anda akan menjadi lalai? Sudah tentu anda akan menjadi orang yang penuh perhatian. Jika orang benar benar menerima bahwa cepat atau lambat mereka akan berangkat dari kehidupan ini, mereka akan lebih penuh perhatian dan tidak menjadi begitu bangga dan dipenuhi dengan pemikiran mementingkan diri sendiri. Akan jauh lebih memungkinkan bagi mereka untuk berendah hati, dan mereka akan hidup dengan rendah hati pula. Jika mereka merenungkan terhadap kematian mereka sendiri setiap hari, mereka akan lebih lembut. Pikiran mereka akan tercenderung kepada perbuatan-perbuatan baik dibandingkan perbuatan-perbuatan tidak baik yang tidak baik. Mereka akan lebih memilih untuk melakukan perbuatan baik. 

Jadi setiap harinya kita harus merenungkan dan bermeditasi akan kematian. Kita harus secara rajin dan sistematis mempraktekan perenungan terhadap kematian. Suatu hari nanti kita pasti akan meninggal. Hari dimana kita lahir kita menangis, sementara yang lain tertawa, tetapi di hari kematian kita yang lain akan menangis, apakah kita harus ikut berpartisipasi dengan mereka yang sedang menangis di hari tersebut? Apakah anda akan menangis, ketika mereka menangis?  Ketika anda terlahir anda menangis, mereka tersenyum, ketika mereka menangis, anda seharusnya tersenyum. Siapakah anda? Akan menjadi apakah anda?

Ketika anda terlahir menangis, mereka tersenyum. Jadi Di saat mereka menangis, anda harus bisa sanggup menjadi seseorang yang bisa tersenyum, tetapi tanpa adanya persiapan itu tidaklah mungkin. 

Untuk bisa menghadapi kematian kita membutuhkan persiapan. Kita perlu meluangkan waktu. Bagi mereka yang melibatkan diri dalam meditasi, mereka tahu betapa sulitnya untuk bisa melatih pikiran. Apakah mudah untuk bisa mempertahankan focus kita pada napas selama 5 menit? Apakah mudah untuk bisa mengarahkan pikiran kita menuju ke objek yang baik? Anda semua mengetahuinya, ini bukan suatu pekerjaan yang mudah. Sekarang anda sehat, anda memiliki kekuatan , anda memiliki perhatian, namun meskipun demikian hal tersebut juga tidaklah mudah. Ketika kita akan meninggal, kita akan sakit dengan parah, kita tidak memiliki kekuatan, kita tidak memiliki energy, kita lengah pada saat itu. Bagaimana kita bisa mengarahkan perhatian kita kepada objek yang baik di saat itu, Bagaimana bisa menuntun pikiran kita  kepada objek yang baik di saat itu. Berhati-hatilah, sadarlah akan hal tersebut. Ini bukan suatu pekerjaan yang mudah. 

Apakah anda benar-benar mencintai diri anda sendiri? Apakah anda benar-benar melakukan hal demi kebaikan diri anda sendiri? Anda tidak perlu memberikan jawabannya sekarang. Ini adalah pertanyaan yang harus anda ajukan kepada diri anda setiap harinya, apa pertanyaannya : Apakah saya benar benar mencintai diri saya? Apakah  saya benar benar melakukan suatu kebaikan demi diri saya? 

"Apakah" seharusnya anda tanyakan atau tidak seharusnya anda tanyakan kepada diri anda? Orang mengira mereka mencintai diri mereka sendiri, tapi sebenarnya tidaklah demikian. Bhante tidak melihat banyak orang  yang mencintai dirinya dengan sungguh-sungguh. Meskipun mereka mengira mereka mencintai diri mereka sendiri, meskipun mereka mengira mereka melakukan kebaikan bagi diri mereka sendiri, tidak bukanlah seperti demikian. 

Oleh karena itu kita harus merenungkan dengan hati hati apakah kita melakukan kebaikan atau melakukan hal yang bermanfaat bagi diri sendiri atau tidak. Jadi untuk bisa melakukan kebaikan bagi diri kita sendiri, dan menghindari perbuatan tidak baik bagi diri kita sendiri, kita harus bisa merenungkan kematian, setiap harinya, setiap pagi, setiap petang, setiap malam,kapanpun disaat kita memiliki waktu.

Ceramah Bhante Revata ini diambil dari http://www.youtube.com/watch?feature=player_detailpage&v=VMQ1WGS_PwA&list=PL0Pf-RtIHeHMSp9RG4K_0Con54d9w3iCF#t=3020 sampai menit ke 1.39.55

Buddhasāsanaṃ ciraṃ tiṭṭhatu
Buddhasāsanaṃ ciraṃ tiṭṭhatu
Buddhasāsanaṃ ciraṃ tiṭṭhatu

sadhu sadhu sadhu

Idaṁ me puññaṁ āsavakkhayā’vahaṁ hotu.

Idaṁ me puññaṁ Nibbānassa paccayo hotu.

Mama puññabhāgaṁ sabbasattanaṁ bhājemi;

Te sabbe me samaṁ puññabhāgaṁ labhantu.

sadhu sadhu sadhu

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com