Sariputta | Cerita tentang dua Dewa Sariputta

Cerita tentang dua Dewa

Bhikkhu Assaji

👁 1 View
2017-11-08 11:45:20

Riwayat Dewa Ankura dan Dewa Indaka


Riwayat Dewa Ankura
Asal mula riwayat ini diawali pada masa kegelapan (setelah lenyapnya Sasana Buddha Kassapa). Ia adalah anak termuda dari Pangeran Upasagara dan putri Devagabbha. Pangeran Upasagara adalah putra Raja Maha Sagara dari kerajaan Uttaramadhuram, dan Putri Devagabbha adalah putri dari Mahakamsa, penguasa Asitañjana, sebuah provinsi di kerajaan Uttarapatha. Kakak laki-laki tertuanya adalah Vasudeva dan kakak perempuan tertua adalah Añjanadevi.

Saat ia dewasa, kakak laki-laki tertuanya menjadikan ia penguasa sebuah kota yang berhak menerima penghasilan dari kota itu. Tetapi kemudian ia menyerahkan kota itu kepada kakak perempuan tertuanya, Putri Añjana. Ia hanya memohon pembebasan pajak atas barang-barang dagangan yang ia perdagangkan di dalam wilayah mereka. Ia menjalani kehidupan sebagai seorang pedagang bebas. Ia bahagia dan puas dengan apa yang ia miliki.

Suatu kali, ia mendapat masalah besar karena kekurangan perbekalan dalam perjalanannya menyeberangi gurun pasir. Di sana terdapat dewa penjaga pohon banyan yang memiliki kesaktian dapat menciptakan barang apa pun yang diinginkan seseorang hanya dengan menggerakkan tangan kanannya. Ia adalah dewa yang tahu membalas budi dan ia memenuhi kebutuhan pangeran dan pengikutnya itu dengan menciptakan barang-barang keperluan mereka, sebagai balas jasa kepada pangeran yang telah berjasa kepadanya pada kehidupan sebelumnya.

Pangeran, terheran-heran, bertanya kepadanya tentang kesaktiannya dan ia menjawab, “Saya adalah seorang penjahit miskin yang tinggal di dekat rumah seorang kaya, Asayha, di Kota Beruva. Suatu hari, hartawan Asayha memberikan persembahan kepada orang miskin dan saya dengan gembira membantu orang-orang miskin itu dengan mengacungkan jariku menunjukkan arah menuju paviliun tempat si orang kaya memberikan persembahan. Demikianlah saya menikmati buah dari perbuatan suka rela itu dan saya dapat menyediakan semua barang yang diperlukan manusia, seperti makanan, pakaian, yang berlimpah-limpah dari tangan kananku ini.”

Untuk meniru dewa penjaga pohon banyan itu, Pangeran Ankura, setibanya kembali di kerajaan Dvaravati, memberikan dana kepada setiap orang di seluruh Jambudipa (10.000 yojana luasnya); perbuatan dana ini merugikan sistem perpajakan. Proses penarikan pajak menjadi terganggu dan kakak tertuanya terpaksa menasihatinya agar memberikan dana secara proporsional.

Ia pindah ke Kota Dakkhinapatha di kerajaan Damila untuk melanjutkan perbuatan dana dalam wilayah seluas 12 yojana (1 yojana +10mil atau 8-13.2 km), di tepi laut. Di seluruh wilayah itu ia menempatkan barisan kendi-kendi yang saling bersinggungan yang berisi dana makanan. Ia hidup hingga usia 10.000 tahun, dan selama itu ia selalu memberikan dana. Setelah meninggal dunia ia terlahir kembali di Surga Tàvatimsa dengan nama yang sama, Ankura.

Riwayat Dewa Indaka
Pada masa Buddha Gotama kita, dan selagi Dewa Ankura hidup sebagai dewa di Alam Tavatimsa, seorang pemuda bernama Indaka dengan penuh keyakinan mempersembahkan, sesendok nasi, kepada Thera Anuruddha yang sedang menerima derma makanan.

Setelah meninggal dunia, ia terlahir kembali sebagai dewa yang berkuasa di Surga Tavatimsa yang memiliki sepuluh hak istimewa makhluk surga sebagai buah dari kebajikannya yang ia lakukan semasa Sasana Buddha Gotama, bagaikan seorang petani yang menanam benihnya di tanah yang subur. Ia dikenal dengan nama Indaka. Sepuluh hak istimewa makhluk surga adalah


(1) dapat melihat objek surga,
(2) dapat mendengar,
(3) dapat mencium,
(4) dapat mengecap,
(5) dapat menyentuh,
(6) panjang usia,
(7) banyak pengikut,
(8) berpenampilan elok,
(9) kaya atau makmur, dan
(10) keunggulan.


Dewa Ankura harus memberikan tempatnya kepada para dewa dan brahma yang lebih berkuasa yang menghadiri festival besar Abhidhamma, dan ia terpaksa mundur terus hingga 12 yojana jauhnya dari Tathagata, sedangkan Dewa Indaka dapat mempertahankan tempatnya tanpa harus memberikan kepada makhluk-makhluk surga lainnya.
Saat Tathàgata mengetahui perbedaan status Dewa Ankura dan Dewa Indaka, Beliau berpikir adalah baik sekali diceritakan, untuk memberikan pengetahuan kepada makhluk-makhluk, perbedaan manfaat yang diperoleh dari kebajikan yang dilakukan pada saat berkembangnya Sasana para Buddha dan kebajikan yang dilakukan pada masa tidak adanya Sasana. Oleh karena itu, Tathagata, bertanya kepada Ankura, “Ankura… mengapa engkau harus berada 12 yojana jauhnya dari-Ku, padahal engkau telah memberikan dana makanan yang diletakkan dalam barisan kendi-kendi sepanjang 12 yojana selama 10.000 tahun?”

“Yang Mulia Tathàgata… itu adalah karena kebajikan yang kulakukan pada masa gelap yang kosong dari Sasana saat tidak ada seorang pun yang layak menerima dana. Bagaimana mungkin kebajikanku yang kulakukan dalam waktu yang lama selama masa kegelapan yang hampa Sasana, dapat membantuku mendapatkan tempat yang baik!

Dewa Indaka, yang berada di hadapan-Mu, hanya memberikan sesendok nasi kepada Thera Anuruddha, dengan penuh keyakinan, ia menerima balasan yang jauh melebihi saya bagaikan bulan keperakan yang sinarnya mengalahkan bintang-bintang; dan oleh karena itu, ia beruntung dapat menikmati sepuluh hak istimewa para dewa yang lebih unggul daripada mereka yang sepertiku, yang, melakukan kebajikan selama masa gelap yang hampa Sasana!” jawab Dewa Ankura.

Selanjutnya, Tathagata bertanya kepada Dewa Indaka, “Indaka… engkau duduk di sebelah kanan-Ku tanpa berpindah. Mengapa engkau tidak bergeser dan memberikan tempatmu kepada para dewa yang lebih berkuasa saat mereka tiba?”Indaka menjawab,

“Yang Mulia Tathagata, yang terjadi padaku dapat diumpamakan seperti seorang petani yang menanam sedikit benihnya di tanah yang subur, saya beruntung dapat bertemu dengan seorang yang layak menerima persembahan.

Meskipun sejumlah besar benih ditanam di tanah di bukit berbatu, asin, panas, kering, dan gersang, hasilnya tidak berarti dan mengecewakan si petani. Demikian pula, meskipun banyak persembahan diberikan kepada penerima yang miskin kebajikan selama masa kegelapan yang hampa dari Sasana, manfaat yang diperoleh adalah tidak berarti dan mengecewakan si pemberi.

Yang Mulia Tathàgata… bagaikan hasil panen yang memuaskan seorang petani yang bekerja keras dalam menanam benih di tanah yang subur (tanah kelas satu) yang disirami oleh hujan setiap lima belas hari; atau (tanah kelas dua) yang disirami oleh hujan setiap sepuluh hari, (tanah kelas tiga) yang disirami hujan setiap lima hari.

Demikian pula, hasil yang diperoleh dari kebajikan memberikan dàna kepada Manusia Suci (Ariya Puggala), yang mulia dan penuh pengendalian diri, akan memberikan kekayaan dan kemakmuran, bagaikan hasil panen dari benih yang tumbuh di tanah yang subur.”

Demikianlah Indaka menjelaskan perbedaan antara kebajikan yang dilakukan kepada dua jenis penerima pada dua masa yang berbeda, dalam bentuk syair empat bait.

Selanjutnya Tathàgata berkata, “Ankura… sebaiknya seseorang memilih barang yang akan didanakan dan siapa penerima dàna itu: Buah yang diharapkan hanya dapat terwujud dengan memilih barang yang akan didanakan dan siapa yang akan menerima dàna itu, bagaikan benih yang baik yang ditanam di tanah yang subur. Tentu saja, engkau tidak dapat memberikan dàna dengan cara demikian karena engkau terlahir pada waktu yang salah saat tidak ada Sàsana, bukan pada waktu yang tepat, saat berkembangnya Sàsana. Demikianlah, kebajikanmu tidak berbuah banyak seperti Indaka.

O Dewa Ankura… dana yang dipersembahkan kepada individu yang mulia dengan penuh keyakinan dan kedermawanan akan mengakibatkan manfaat yang berlimpah. Penerima dana harus dipilih sebelum memberikan dana. Persembahan dana kepada orang terpilih dengan penuh keyakinan dan kedermawanan selalu membawa si penyumbang ke alam dewa.

Memilih barang yang akan didanakan dan memilih siapa yang akan menerima dana adalah tindakan yang dipuji oleh para Buddha. Banyak orang-orang mulia di dunia ini. Persembahan yang diberikan kepada orang-orang mulia ini dengan penuh keyakinan dan kedermawanan akan selalu mengakibatkan kekayaan dan kebahagiaan kepada si penyumbang selagi hidup di alam manusia dan di alam dewa dan akhirnya mencapai tujuan tertinggi, Nibbana, bagaikan menanam benih-benih pilihan yang terdiri dari lima jenis.

Inilah cerita singkat tentang Dewa Ankura dan Dewa Indaka di surga Tavatimsa. Kita sebagai umat Buddha seharusnya sangat bersyukur karena Buddha Sasana masihlah ada pada jaman sekarang ini. Kita seharusnya secara giat dan bersemangat menanam berbagai jenis jasa kebajikan, seperti berdana, menjalankan sila, bermeditasi, dsb.

Dewa Ankura sendiri yang memberikan dana sepanjang lebih dari seratus mil selama 10.000 tahun tidak dapat menandingi kebajikan Dewa Indaka yang hanya memberikan sesuap nasi kepada Thera Anurudha. Betapa besar kebajikan yang bisa dilakukan di dalam masa adanya Buddha Sasana.

Apakah anda ingin memaksimalkan kebajikan anda? Untuk mencapai kebahagiaan kini dan masa yang akan datang hingga mencapai Nibbana? Para bijaksana pasti akan menggunakan kesempatan ini secara maksimal menanam benih kebajikan di ladang yang subur. Apa itu ladang yang subur? Saṅgha pada saat adanya Buddha Sasana.

Kita tidak hanya bisa berdana materi dalam Buddha Sasana ini. Kita juga bisa menjalankan moralitas dan bermeditasi (yang mana bahkan jasa kebajikannya jauh lebih tinggi lagi), serta mempelajari Dhamma dan kemudian mempraktekkan, menembus, menyebarkan Dhamma kepada sebanyak mungkin makhluk yang siap.

Contoh lainnya, ada umat yang sangat senang membaca Patthana, Paritta Suci, atau bait-bait Dhamma yang telah diajarkan Buddha. Sesungguhnya setiap kali kita membaca atau mengulang bait-bait Dhamma, kita sedang memberikan dana yang paling tinggi, yaitu persembahan Dhamma kepada makhluk yang dapat dilihat dan tidak terlihat. Semoga anda bisa selalu melakukan yang terbaik untuk hidup anda.

Dan janganlah lupa, setelah mengumpulkan kebajikan yang maha besar, limpahkanlah pada semua makhluk seketika, ini akan semakin mengembangkan, memurnikan kebajikan anda, serta, mendukung dan memperluas cinta kasih anda menjadi semakin tanpa batas dan tulus, yang kemudian akan kembali, semakin meningkatkan kemurnian pikiran anda ketika berdana. Anda akan menjadi sadar bahwa upaya anda mengumpulkan kebajikan besar adalah bukan hanya demi diri sendiri, melainkan bagi semua makhluk. Bagaikan nyala lilin, kebajikan semakin dibagi bukan semakin sedikit, melainkan semakin terang.

Perlu juga diketahui, buah kebajikan, bukan hanya akan terjadi di kehidupan mendatang, buah kebajikan bisa saja berbuah dalam kehidupan ini juga. (untuk lebih jelas silakan pelajari tentang perbedaan kekuatan kamma dari javana 1-7, The Working of Kamma). Silakan juga baca Petavatthu, tentang cerita Peta Tebu, mengenai manfaat dana yang, bahkan diberikan dengan kasar sekalipun, buahnya tetap jauh melampaui perkiraan. Apalagi bila dipersembahkan dengan penuh bakti. Sungguh, demi manfaat terbesar dari upaya terkecil sekalipun, kita tak dapat meremehkan pentingnya melatih kemuliaan pikiran.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com