Sariputta | Bersih Di Luar Bersih Di Dalam Sariputta

Bersih Di Luar Bersih Di Dalam

Luangpho Inthawai Santussako

👁 1 View
2019-04-26 16:15:56

- Hari ini setelah makan Luangpho akan pergi ke Provinsi Chayabhum, Lalu besoknya langsung ke Chiangmai. Mungkin besok lusa juga sudah kembali ke Vihara. Selama Luangpho tidak di vihara, agar semuanya tinggal dalam ketenangan. Tolong bhikkhu senior perhatikan adik-adiknya. Saat Luangpho berada di vihara, apakah akan merasa panas jika memegang api. Ketika Luangpho tidak berada di vihara, apakah api tidak akan terasa panas jika dipegang. Pada saat Luangpho tidak berada di vihara, memegang api tidak terasa panas, tentunya juga tidaklah demikian. Baik Luangpho ada ataupun tidak ada, api tetap akan terasa panas jika dipegang, karena itu adalah api. Demikian juga dengan kejahatan, baik Luangpho ada ataupun tidak tetaplah tidak baik. Karena itu agar para bhikkhu dan samanera di vihara Luangpho tetap tinggal dalam disiplin, peraturan, Dhamma, dan Vinaya baik Luangpho ada ataupun tidak berada di vihara.

- Datang dan tinggal di vihara adalah untuk belajar cara praktek patipada. Lingkungan kuti sendiri haruslah disapu agar bersih. Kalau Luangpho melihat ada kuti siapa yang tidak disapu, biar Luangpho yang akan menyapu untuk memperlihatkannya. Seperti inilah seorang guru yang mendidik. Sesungguhnya seorang yang akan menjadi besar di kemudian hari dapat terlihat sedari awal. Seperti anak kecil, disaat belajar di sekolah juga belajar dengan sungguh-sungguh. Setelah tumbuh besar juga terus mengembangkan karakter-karakter baiknya. Kemudian bekerja, sampai akhirnya menikah dan mempunyai anak, terus menjaga nilai-nilai kebaikan yang dimilikinya. Alhasil hidupnya pun akan sukses. Disaat masih sebagai bhikkhu muda menjalani hidup tanpa adanya kegiatan, tempat tinggal sendiri saja tidak dibersihkan, bagaimana dapat menemukan perkembangan dalam Dhamma. Pada saat menjadi bhikkhu besar nanti, apa yang akan diajarkan kepada orang lain. Ketika Luangpho tinggal di Watpa Ban Taad belajar dengan Luangta Maha Bua, setiap kali Luangta Maha Bua mengajak umat untuk melihat tempat tinggal bhikkhu pasti akan membawanya ke kuti Luangpho. Karena di kuti Luangpho juga terdapat tempat memberikan makanan untuk tupai dan sejenisnya. Begitu mendengar Luangta akan membawa umat melihat tempat tinggal bhikkhu, segera menyapu lingkungan kuti, jalan caṅkamana, kemudian masuk ke dalam kuti. Setiap hari lingkungan kuti Luangpho selalu bersih.

- Agar para bhikkhu dan samanera yang tinggal di vihara Luangpho tinggal mengikuti peraturan, memiliki kegiatan, juga tinggal dalam Dhamma dan vinaya. Lingkungan kuti sendiri harus bersih, jangan hanya menyapu saat kegiatan bersih-bersih bersama di lingkungan sekeliling sala sementara lingkungan kuti sendiri kotor. Ini sama saja menipu, seperti monyet membohongi tuannya. Membohongi diri sendiri tidaklah baik. Seharusnya lingkungan kuti sendiri dahulu bersih, barulah membersihkan yang lainnya. Segalanya harus dari dalam ke luar, barulah benar. Seperti apa dalamnya akan terlihat di luarnya. Apabila dalamnya bersih, luarnya juga tentu bersih, kalau dalamnya sudah kotor, luarnya pun demikian. Tinggal di vihara ini, hal yang paling diutamakan adalah mengenai patipada. Setelah membersihkan lingkungan kuti, berjalan caṅkamana, juga duduk bhavana. Tinggal untuk hal ini, bukan tinggal tanpa melakukan apa-apa. Jika demikian, tidak ada bedanya dengan tupai, ular, atau semut yang berada di vihara.

- Ketika Luangpho melihat kuti dari bhikkhu atau samanera yang kotor, terpikir di dalam hati bagaimana batin dari bhikkhu atau samanera ini dapat berkembang dalam Dhamma. Tinggal untuk apa jika tidak melakukan apa-apa. Luangpho tidak mengharapkan bhikkhu yang hidup seolah tidak memiliki masa depan. Haruslah memikirkan bagaimana masa depan dari diri sendiri kelak. Luangpho bisa sampai pada saat ini juga karena belajar. melihat dan mendengar dengan mata dan telinga, memperhatikan cara praktek yang diperlihatkan oleh Khruba Acarn. Seperti apa yang dipertunjukan oleh Khruba Acarn, juga berusaha mengikutinya. Berusaha untuk jangan sampai berlebihan, juga jangan sampai kedodoran. Beberapa hal dari cara Luangta mengajar, Luangpho juga belum dapat memakainya. Karena sadar bahwa status dari diri sendiri belum siap untuk berlaku demikian. Cara dari Luangta Maha Bua melihat kualitas dari seorang bhikkhu adalah dengan melihat daerah sekitar kutinya, terutama pada tempat untuk berjalan caṅkamana. Apabila tempat untuk berjalan caṅkamananya sampai penuh dengan rumput yang tumbuh atau semak-semak, maka sudah dapat diketahui seperti apa batin dari bhikkhu tersebut. Luangpho juga menggunakan cara yang dipakai oleh Khruba Acarn ini untuk menilai bhikkhu. Tidak perlu melihatnya jauh-jauh, cukup dengan melihat tempat berjalan caṅkamananya saja. Selama Luangpho tinggal bersama Luangta, selalu berjalan caṅkamana setiap pagi dan sore, terkadang juga disaat baru bangun tidur jika memungkinkan. Kalau melihat bhikkhu berjalan caṅkamana, Luangpho akan sampai berpikir bahwa bhikkhu ini memiliki usaha, suatu saat nanti pasti akan terbebas dari penderitaan. Apabila melihat bhikkhu tidak pernah berjalan caṅkamana akan terpikir dalam hati, tamatlah sudah. Jika menurut pandangan Luangta Maha Bua disaat beliau melihat bhikkhu yang berlatih sungguh-sungguh, seperti orang yang sedang sakit, sekarang dia minum obat, suatu hari dia pasti akan sembuh. Kalau tidak lagi memiliki usaha untuk praktek patipada, seperti orang yang sudah sekarat, telah berada dalam keadaan yang sangat kritis.

- Pada zaman Sang Buddha terdapat seorang bhikkhu yang jatuh hati pada Sirima. Bhikkhu ini melihat Sirima yang dalam keadaan sakit. Bhikkhu ini sampai jatuh hati karena kecantikannya hingga tidak bisa makan. Setelah dari sana langsung berbaring di tempat tidurnya sampai tidak makan selama tujuh hari. Bhikkhu lainnya bertanya apakah dia sakit, dia menjawab bahwa dirinya sedang kurang sehat. Padahal karena kilesa raga yang menyerangnya. Inilah kilesa, memang luar biasa. Kemudian Sirima meninggal dunia. Sang Buddha diundang untuk mengurus acara perabuannya, ini karena Sirima adalah adik dari dokter Jivaka. Sang Buddha memberikan perintah untuk menunggunya selama tujuh hari. Sampai pada hari ke tujuh, mengumumkan kepada semua orang untuk menghadiri acara kremasi tersebut. Bhikkhu yang berbaring selama tujuh hari juga datang kesana. Kemudian Sang Buddha mengatakan kepada semua yang berada disana, dahulu Sirima adalah seorang wanita penghibur yang dihargai 1000 per malam, sekarang siapa yang bersedia membayar dengan harga tersebut. Karena tidak ada yang bersedia, harganya pun diturunkan menjadi 500, sampai gratis pun tidak ada yang bersedia. Selanjutnya Sang Buddha membabarkan Dhamma dengan menguraikan bahwa segala Saṅkhara adalah tidak kekal. Mendengar uraian Dhamma tersebut, bhikkhu yang jatuh hati dengan Sirima hingga hanya berbaring sampai tujuh hari dapat mencapai Sotapanna. Sang Buddha sengaja menunda perabuan dari Sirima karena melihat akan pencapaian Sotapanna. Melakukannya demi menyelamatkan bhikkhu tersebut. Kisah ini terdapat dalam kitab Dhammapada Atthaka Gatha, Luangpho tidak menceritakannya secara detail. Hanya mengambil bagian-bagian tertentunya saja.


Anumodana.
Bhante Piter Gunadhammo

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com