Sariputta | Hukum Karma atau Hukum Rimba? Sariputta

Hukum Karma atau Hukum Rimba?

👁 1 View
2023-06-19 16:15:04

Setiap manusia yang hadir di kehidupan ini, dalam perjalanannya, sangat terlihat jelas tidak bisa menghindari yang namanya perbuatan-perbuatan dan masalah-masalah. Mereka menganggap begitulah yang namanya kehidupan. Berbuat untuk bertahan hidup dan masalah dianggap sebagai "ujian" (cobaan) untuk semakin kuat dalam menjalani kehidupan ini.
 
Akhirnya, dipahamilah bahwa perbuatan dan masalah itu adalah Karma (Hukum Karma). Jadi masalah itu dapat dikatakan merupakan akibat dari perbuatan. Dari sini seringlah diingatkan bahwa jagalah perbuatan, hindarilah perbuatan buruk dan perbanyaklah perbuatan baik. Dan ini sudah diingatkan sudah dari lama sekali hingga sekarang dan akan datang.
 
Namun kenyataannya yang dapat terlihat, masih saja lebih banyak perbuatan buruk daripada perbuatan baik. Bahkan dikatakan lebih mudah untuk berbuat buruk daripada berbuat baik. Yah ini seperti benar adanya. Disini jadi bisa dikatakan bahwa manusia itu seharusnya sudah "siap" dengan kehadiran masalah tentunya karena itu akibat perbuatan sendiri, plus itu juga merupakan ujian untuk semakin kuat. Tapi kok meratap saat masalah datang? Ada apa sebenarnya dengan manusia ini? Bukankah dikatakan manusia ini makhluk sempurna, berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya? Sempurna dimananya? Pikiran? Terus mengapa punya pikiran tapi kok seperti tidak bisa berpikir, bahkan tentang perbuatan dan akibatnya, yang sederhana untuk dipahami ini? 
 
Sebagian manusia menganggap masalah bukanlah akibat perbuatan, mereka tidak mau meyakininya. Masalah adalah ujian semata dan mereka berusaha untuk melaluinyaa atau menghadapinya. Namun begitu masalah datang bertubi-tubi, apakah masih tetap yakin bahwa itu adalah ujian semata untuk semakin menguatkan diri? 
 
Meski diingatkan bahwa jika banyak melakukan perbuatan buruk maka nanti masuk neraka dan banyak berbuat baik masuk surga, tetap saja manusia ini tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat menakutkan dan sangat menggiurkan. Bahkan misal saat hadapi masalah dan menderita, diberitahu bahwa di neraka bisa berkali-kali lipat penderitaannya, tetap saja perbuatan buruk terus dilakukan. Paling nanti kalau diingatkan, maka cukup mengatakan, "Maaf, khilaf..."
 
Menariknya, manusia ini dengan kelebihannya dari makhluk-makhluk lain, yaitu mampu berpikir, malah banyak yang melakukan manipulasi alias pembohongan diri. Perbuatan buruknya dapat "diubah" menjadi seolah-olah perbuatan baik, dengan memunculkan berbagai alasan pembenaran hasil dari manipulasi pikirannya. Apakah ini dapat dikatakan sebagai kepintaran atau kelicikan? Bagi orang yang turut menikmati hasil perbuatan buruk maka akan turut membantu "berteriak" itu adalah perbuatan baik, dan sebaliknya. Begitulah yang terjadi dimana-mana di dalam kehidupan ini. Apakah ini adalah sebuah yang wajar dalam berkehidupan? Bukankah jika ini semakin berkembang maka yang terjadi adalah saling "menerkam" satu sama lainnya? Akhirnya akan alami kepunahan tidak? 
 
Bagaimana jika kita mengatakan bahwa nanti dari yang namanya Hukum Karma akhirnya berubah menjadi Hukum Rimba atau "Hukum Kepunahan"? 
 
Ini sekedar menjadi bahan perenungan bagi siapa saja, yang telah hadir di sini, di kehidupan ini sebagai manusia. 
 
 

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com